19.42

Wanita Berjilbab

Sheikh Yusuf Qardhawi, ulama asal Mesir yang diakui kepakarannya dalam bidang hukum Islam, menegaskan wajibnya berjilbab bagi wanita Muslimah hal ini antara lain berdasarkan pada pengertian dari QS An Nur:31. Yang dimaksud berjilbab di sini adalah menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan. Menurut Qardhawi wajibnya wanita Muslimah berjilbab adalah ijmak—konsensus ulama dari berbagai bidang keahlian (Tafsir, Hadits, fiqh, tasawuf) dan kurun waktu dari dulu sampai sekarang.

Berdasarkan sebuah Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Islam mengandung tiga unsur pokok yang harus dimiliki dan terus dikembangkan oleh seorang Muslim yaitu Iman, Islam (syariah) dan ihsan.

Pertama, Iman. Iman atau keyakinan kepada Allah yang Tunggal dan kerasulan Muhammad, sebagai Nabi yang terakhir pembawa risalah Islam, menjadi tulang punggung (backbone) dari ajaran Islam. Tanpanya, seorang tidak lagi bisa disebut Muslim. Dalam Hadits tersebut ada empat lagi keimanan yang mesti diyakini yakni iman pada Al Quran, Malaikat, Hari Akhir dan ketentuan Allah (qadha dan qadar). Iman bertempat di hati.

Kedua, Syariah. Sebagaimana dikatakan Nurcholis Madjid dalam Islam dan Peradaban ketaatan pada syariah menjadi konsekuensi logis dari keimanan kita pada Allah dan Rasulnya (QS An Nisa 4:13). Keimanan tanpa dibarengi dengan ketaatan pada perintah Allah yang kita imani adalah keimanan yang semu.

Syariah mengandung lima unsur pokok yaitu membaca syahadat, shalat lima waktu, zakat, haji bagi yang mampu dan puasa di bulan Ramadhan. Ketaatan pada kelima unsur syariah di atas merupakan bukti minimal dari keislaman kita. Ketaatan seorang wanita Muslimah untuk berjilbab juga menjadi bagian dari ketaatan pada syariah ini.

Ketiga, Ihsan. Ihsan disebut juga dengan akhlaqul karimah atau budi pekeri yang luhur (QS Al Qalam 68:4). Ia disebut juga dengan syariah universal karena nilai-nilai yang ada di dalamnya diakui, dianut dan dipraktikkan tidak hanya oleh Muslim tapi juga oleh non Muslim di seluruh dunia. Ihsan mendapatkan penekanan pada sikap dan perbuatan yang bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri tapi juga harus mengandung manfaat bagi orang banyak. Selain itu muhsin (seorang yang berperilaku ihsan) tidak akan pernah terpikir untuk melakukan sesuatu yang merugikan umat manusia (QS Al Qashash 28:77).

Seorang Muslimah ideal adalah mereka yang memiliki ketiga unsur di atas: beriman, bersyariah dan berihsan. Pada kenyataannya menjadi muslimah ideal adalah hal yang sulit. Dan itu semua manusiawi. Selagi hidup dijadikan sebagai proses pembelajaran terus menerus untuk memperbaiki level keimanan, kesyariahan dan keihsanan, maka ketidaksempurnaan kita akan dimengerti.

Yang menjadi masalah adalah ketika kita berusaha mencari pembenaran (justifikasi) dari kekurangan kita. Seorang Muslimah berjilbab dan yang tidak berjilbab hendaknya terus introspeksi diri melihat kekurangan diri dan berusaha untuk belajar. Manusia memang tidak sempurna. Tapi lebih tidak sempurna lagi kalau kita tidak mau introspeksi dan selalu menyalahkan. Belajar dari siapapun yang memiliki kelebihan adalah perintah agama yang harus kita lakukan sampai akhir hayat sebagai proses menjadi seorang Muslimah ideal (QS Ali Imron 3:137).

18.16

Badai Pasti Berlalu

Dikisahkan sepasang kekasih yang tinggal di sebuah desa yang indah dan permai hidup rukun menjalin benang-benang cinta. Kian hari bunga cinta mereka kian mekar nan indah mewangi. Mereka berdua berjanji akan seia sekata dalam suka dan duka, setia sampai mati… Bahkan sang gadis meminta sang pemuda untuk tidak menikah dengan wanita melainkan dirinya seorang.

Masa-masa indah itu mereka lalui dengan berbunga rindu. Ya, masa-masa itu penuh dengan kasih dan sayang, hidup mereka laksana di alam mimpi, tanpa beban dan penuh keluguan. Maklum saja, mereka saat itu masih duduk di bangku SMU, saat-saat di mana jiwa mereka bergelora dimabuk asmara, belum kenyang makan asam garam kehidupan. Tidak bertemu sehari terasa seminggu, tak jumpa seminggu serasa sebulan, rindu sebulan seakan setahun, dan seterusnya. Pendek kata dunia seakan milik mereka berdua…
Pada suatu hari setelah sang pemuda lulus SMU, dihadapkanlah ia pada pilihan yang sulit. Ia harus meninggalkan kampung halamannya dan tentunya juga kekasih yang amat ia cintai untuk mewujudkan cita-citanya. Maka dengan berat hati, sang pemuda pun pergi diiringi isak tangis sang gadis. Ia pegang janji setia kekasihnya dengan penuh keyakinan bahwa kelak pasti mereka akan bertemu kembali menyatukan cinta mereka. “Aku pergi hanya untuk sementara. Aku akan kembali hanya untukmu. Tunggu aku pulang dan setialah padaku.” Demikianlah pesan sang pemuda pada kekasihnya. Sang gadis hanya mengangguk dengan linangan air mata membasahi pipi.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun-tahun berlalu pergi. Sang pemuda menjalani hari-harinya di perantauan dengan memendam rindu. Cintanya ia jaga dan terus ia pelihara hanya untuk kekasih hatinya. Ada hari-hari di mana ia ingin sekali pulang dan bertemu dengan kekasihnya. Namun apa daya, gunung, laut dan samudera memisahkan mereka. Akhirnya ia hanya bisa memendam rindunya dalam-dalam sambil berharap waktu berlalu lebih cepat lagi.

Setelah sekian tahun menunggu dan memendam bara rindu, akhirnya saat yang ditunggu datang juga. Sang pemuda pulang ke kampung halamannya membawa selaksa rindu pada keluarga dan terutama kekasihnya. Ia kemasi barang bawaannya dengan bernyanyi riang dan kemudian naik pesawat dengan senyum selalu menghiasi wajahnya. Terbayang betapa bahagianya ia akan bertemu kekasihnya yang telah terpisah sekian lama oleh jarak dan waktu. Terbayang betapa rindunya selama ini akan segera terobati. Ibarat sebuah taman yang kekeringan, bunga-bunga di hatinya akan segera tersirami dan bermekaran.

Tibalah ia di kampung halamannya disambut peluk cium dari keluarganya dengan penuh suka cita. Namun ada yang aneh, ia sama sekali tak melihat sosok gadis yang sangat ia rindukan ada menyambutnya. Dengan penasaran ia mencari-cari, tapi sosok yang dicarinya tak kunjung nampak. Akhirnya, dengan sedikit kecewa ia bertanya pada keluarganya namun keluarganya tidak segera menjawab dan hanya menyuruhnya untuk istirahat terlebih dahulu.

Setelah beberapa hari mencari tahu ihwal kekasihnya, maka terkejutlah ia bukan kepalang. Ternyata kekasihnya telah pindah ke lain hati, telah bersama pemuda lain. Sang gadis telah mengkhianati cinta dan janjinya. Kini, pupus sudah segala rindu, cinta dan sejuta perasaan yang selama ini ia pendam. Musnahlah sudah semua mimpinya…

Tak kuasa menahan luka dan pedih di hatinya, air mata sang pemuda menetes membasahi pipi dengan pandangan mata yang sayu. Dan lebih menyakitkan lagi ketika ia berjumpa dengan sang gadis, ia bersikap seakan tidak mengenal sang pemuda sama sekali. Sikapnya begitu angkuh, congkak dan sombong, berubah 180° dari sosok yang dahulu ia kenal sangat lembut, perhatian dan sangat sayang padanya. Hampir-hampir sang pemuda tidak percaya dengan kenyataan yang ada di hadapannya. Tak percaya…, tapi itulah kenyataannya. Sepedih apa pun perasaannya, itulah yang harus ia terima sebagai realitas hidupnya. Tiada yang terlukis di hatinya saat itu selain kepedihan luka selaksa sayatan sembilu.

Hari-hari berlalu, kenyataan pahit itu bak mimpi buruk yang menghantui dalam tidurnya. Sulit rasanya menerima kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang diinginkan. Sulit sekali rasanya harus mencabut cinta yang telah berurat dan berakar sangat dalam. Muka ditampar mungkin sehari akan sembuh, tapi hati dilukai siapa yang akan mengobati. Kenangan indah masa lalu bagai mimpi, hanya sekejap singgah lalu pergi…

Love is blind, begitu kata pepatah. Mungkin karena cinta bisa membutakan mata hati dari akal yang sehat. Demikian juga karena putus cinta, seseorang bisa bunuh diri karena akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena terhalang emosi yang membabi buta. Rasa marah, kecewa, takut, sedih, frustasi, merana bergabung jadi satu. Akhirnya pikiran merasa overload atau kelebihan beban dari kapasitas yang seharusnya. Jadi stes dech…

Nah sahabat, bukan sebuah keputusasaan perasaan yang hendak saya kemukakan. Tapi segera setelah kenyataan pahit yang dialami sang pemuda, seiring berjalannya waktu, ia bertanya pada hati kecilnya, ia (baca: emosinya) berdebat dengan akal sehatnya tentang apa yang benar yang harus dilakukan dan tentang hal bodoh yang harus ia tinggalkan. Ia berjuang mati-matian melawan dirinya sendiri, ia memulai pencarian diri, mencari hakikat hidup yang sebenarnya…

Banyak remaja atau muda-mudi yang terjebak dalam perasaan yang salah dalam menghadapi situasi yang populer dengan sebutan “broken heart” ini, yang kalau dibiarkan akan berakibat mengerikan dan berkubang dalam kesedihan berlarut-larut atau pelampiasan emosi yang menghancurkan masa depan. Seperti lari pada minuman keras, narkotika, pergaulan bebas, dan lain sebagainya. Akhirnya fenomena ini menjadi seperti lingkaran setan.

Padahal tidak ada yang kekal di dunia ini. Apa pun yang namanya kesedihan, kekalahan, keputusasaan, perasaan hancur, dan keadaan buruk yang tidak kita sukai sejenis itu hanyalah sementara. Sebagaimana kata orang bijak, “Badai Pasti Berlalu.”

Maka sahabat, jangan ada kata patah hati, jangan ada kata putus asa! Yang ada hanyalah belajar dan terus belajar dari kehidupan, guna meraih sukses sejati, sukses dunia-akhirat!

18.15

Aset No.1 : Kunci Sukses

Semua dari kita dilahirkan dengan dibekali anugerah yang sama oleh Sang Pencipta, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Secara fisik ada yang sempurna, ada juga yang tidak sempurna. Tapi ada satu anugerah Yang Maha Kuasa yang pasti diberikan pada makhlukNya yang bernama manusia, walau seperti apa pun bentuk fisik kita. Dengan anugerah itu kita bisa mengubah diri kita, keluarga, lingkungan, bahkan juga dunia.

Anugerah itu adalah asset terbaik kita. Yang menentukan hitam putih hidup kita, yang menentukan baik atau buruk diri kita. Ia bisa menjadi tambang emas bagi kita, tapi juga bisa menjadi sumber malapetaka bila tidak diolah dan dikendalikan sebagaimana mestinya, Asset tersebut bukanlah rumah, mobil, uang, intan, permata, atau apapun bentuk kekayaan kita, bukan juga gelar ataupun jabatan kita kita. Tidak lain dan tidak bukan, asset itu adalah pikiran kita, berada dalam diri kita sejak lahir, bukan didapat setelah dewasa dengan belajar bertahun-tahun, dan menjadi pembeda diri kita dengan makhluk Tuhan yang lain.

Pikiran kita laksana satu hektar tanah (yang pada awalnya sangat subur), yang dapat kita tanami padi atau ilalang. Tapi malangnya, sudah menjadi sifat manusia untuk menumbuhkan ilalang jika ia tidak berupaya menanam padi, benih kebahagiaanya sendiri. Dan layaknya sebidang tanah, jika tidak diolah, disemai, diairi, diberi pupuk, dan disiangi sebagaimana seharusnya, maka yang tumbuh subur pastilah ilalang. Pepatah juga berkata, “Jika kamu menanam padi, pasti rumput akan tumbuh. Tapi jika kamu menanam rumput, jangan mimpi padi akan tumbuh.”

Pikiran kita juga seperti pabrik yang dapat menghasilkan pikiran positif ataupun negatif. Hanya kitalah yang dapat mengendalikan dan memutuskan pikiran yang bagaimana yang akan kita hasilkan. Bagi mereka yang ingin bahagia, mereka melatih pikiran mereka untuk menciptakan pikiran yang bahagia. Bagi mereka yang ingin sukses, mereka melatih pikirannya untuk berpikir sukses dan dengan penuh perjuangan, akhirnya mereka pun jadi orang yang sukses. Tapi bagi orang yang berpikiran sedih dan merana, kesedihan jualah yang mereka temukan dalam kehidupan nyata.

Pilihan ada di tangan kita, apakah kita akan menanam padi atau ilalang, apakah kita akan berpikiran positif atau justru sebaliknya. Hasilnya juga kita yang akan menikmatinya sendiri. Bukan orang lain yang menentukan nasib dan kesuksesan kita, melainkan diri kita sendiri.

Berpikir miskin, tetap miskin. Berpikir kaya, tetap kaya! Jika kita memikirkan sesuatu yang membahagiakan, kita akan bahagia. Jika kita memikirkan sesuatu yang menyedihkan , kita akan sedih. Jika kita memikirkan sesuatu yang menakutkan, kita akan ketakutan.

Saya telah membuktikan sendiri kebenaran paragraph tersebut di atas. Kehidupan yang saya jalani sekarang adalah buah dari pemikiran yang saya tabur bertahun-tahun yang lalu, baik itu positif mupun negatif. Sehingga sekarang saya berusaha mati-matian hanya memikirkan hal-hal yang saya inginkan, karena saat saya sering memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak saya inginkan, hal itu benar-benar menjadi kenyataan.

Napoleoan Hill berkata, “Kalau Anda membuat pikiran Anda bekerja dengan sikap mental positif dan percaya bahwa kesuksesan itu adalah hak Anda, maka kepercayaan Anda akan membawa Anda tanpa salah ke arah apa saja yang mungkin merupakan definisi kesuksesan Anda. Kalau Anda menerima sikap mental negatif dan mengisi otak Anda dengan pemikiran rasa takut dan kekecewaan, maka otak Anda hanya akan menarik hal-hal yang semacam itu ke arah Anda.”

So, be careful with your mind!

Selamat memberdayakan asset no.1 Anda yang luar biasa!

18.15

Dilahirkan Untuk Menang!

Di suatu hari, di sebuah rumah yang sederhana terlihat seorang anak TK sedang menangis di depan ibunya yang sedang duduk di sofa, “Bu, kenapa tadi aku kalah dalam lomba lari?, padahal aku ingin sekali menjadi juara, jadi juara dan membawa pulang piala buat ibu…”

Tiba-tiba anaknya yang masih SD datang dengan muka cemberut, melihat putranya kelihatan sedih, sang ibu bertanya, “Kenapa muka kamu dilipat seperti itu? Ada apa nak?”

Dengan perasaan kesal sang anak menjawab, “Tadi di sekolah aku dihukum berdiri di depan kelas oleh pak guru karena nilai ulangan Matematikaku terendah di kelas, aku malu bu, malu…!”.
Tak lama berselang, datang lagi anak perempuannya yang masih SMP, masuk sambil membanting pintu…brakk! “Hei, kenapa kamu? Datang-datang marah, mbok ya sopan dikit, kasih contoh yang baik pada adik-adikmu…”.

“Aku gagal ikut olimpiade Fisika Bu, kandas sudah impianku, sekarang aku nggak mau belajar lagi!”, jawab si anak.

Suasana sejenak tegang, tiba-tiba datang anak sulungnya yang baru lulus SMA tak kalah murung dan langsung membantingkan badan di sofa, semua mata memandang penuh tanda tanya. Dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca, sang anak berucap, “Aku gagal diterima kuliah di universitas, aku tak tahu harus bagaimana lagi… Maaf bu, aku gagal…”
Kini suasana benar-benar menjadi hening, anak-anak terlihat sedih dengan pikirannya masing-masing. Terlihat sang ibu mengernyitkan dahi, berusaha berpikir keras. Tak lama kemudian terdengar suara sang ibu memecah kesunyian, “Anak-anakku, kalian jangan besedih. Kegagalan kalian hari ini, bukan berarti kalian akan gagal esok, lusa atau selamanya. Jadikan kegagalanmu hari ini sebagai pemacu semangatmu meraih sukses esok hari. Kegagalan adalah rangkaian proses meraih sukses. Kalian jangan bersikap seperti pecundang yang meratapi setiap kegagalan. Percayalah, kalian dilahirkan bukan jadi pecundang, kalian dilahirkan untuk menang…! Sekarang bangkitlah, ambillah air wudlu lalu sholatlah. Waktu Dhuhur sudah tiba”.

Kemudian anak-anakpun bangkit bergegas mematuhi perintah sang ibu, hati mereka kini agak tenang.

˜˜˜

Ya, benarlah kata sang ibu, kita memang dilahirkan untuk menang…! Sejak adanya kita, kita memang sudah jadi pemenang. Dulu, sewaktu kita masih berupa benih manusia, bukankah kita berjuang mati-matian bersaing melawan jutaan sel sperma yang lain untuk mencapai sel telur ibu. Lalu kitalah pemenangnya sehingga lahirlah kita ke dunia ini. Betapa dulu kita telah mengalahkan begitu banyak pesaing, bukankah sesungguhnya kita ini hebat. Kenapa sekarang kita tidak sehebat pada awalnya?

Demikianlah sahabat, seharusnya hal itu mengilhami kita agar kita menjadi lebih hebat lagi dari diri kita yang ada sekarang ini. Namun sayangnya, sekarang dengan berlalunya waktu, kita menjadi lupa dengan awal penciptaan diri kita, lupa dengan awal kesuksesan spektakuler yang dulu pernah kita raih. Sayangnya, sekarang hanya menghadapi kegagalan kecil saja kita mudah berubah menjadi seorang pengecut yang bermuram durja, bahkan tidak segan kita lari dari rintangan dan masalah yang menghadang. Saat sesuatu hal berjalan tidak sesuai dengan yang kita inginkan, kita menjadi patah semangat, pesimis, dan berpikiran negatif.

Ingat selalu kata orang bijak, “Jaga pikiran Anda, mereka menjadi kata-kata Anda. Jaga kata-kata Anda, mereka menjadi tindakan Anda. Jaga tindakan Anda, mereka menjadi kebiasaan Anda. Jaga kebiasaan Anda, mereka menjadi sifat Anda.”

Jika sudah menjadi sifat Anda untuk menjaga pikiran, kata-kata, tindakan, dan kebiasaan Anda, Anda akan dapat dengan mudah menyingkirkan pikiran negatif Anda saat hal itu timbul mengiringi kegagalan. Pola pikir negatif adalah hasil dari emosi yang kacau, tanpa mempertimbangkan akal sehat. Jika Anda telah menyadari hal itu, Anda bisa memastikan yang baik untuk diri Anda dan kesuksesan pun akan semakin dekat dengan Anda.
Hellen Keller, seoarang yang buta, tuli, dan gagu, tapi bisa lulus dari Harvard University dan telah mengilhami jutaan orang berkata, “Tidak ada seorang pesimis pun yang pernah menemukan rahasia bintang-bintang, atau berlayar ke tanah yang belum tercantum di peta, atau membuka sebuah pintu baru bagi jiwa manusia”.

Percayalah sahabat, kita dilahirkan bukan untuk jadi seoarng pesimis, bukan untuk jadi seorang pecundang…, kita dilahirkan untuk menang!!! Sekali lagi, jika Anda dalam keadaan yang kurang nyaman, merugi, kecewa dan patah semangat, cukup Anda mengingat dan meyakinkan diri bahwa Anda dilahirkan untuk menang.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Yang perlu Anda lakukan hanyalah menjalani kehidupan ini—terlepas apa pun yang sedang terjadi—dengan penuh semangat, bahagia, berpikir positif dan senantiasa bersyukur.

Selamat meraih kemenangan Anda yang luar biasa

18.13

Ketabahan Hidup Sebelum Menuai Sukses

Di suatu pagi yang permai, di sebuah areal persawahan yang indah, seorang petani terlihat berdiri sambil memandangi tanaman padi di sawahnya yang cukup luas hijau membentang. Sudah sebulan lebih padi di tanam, kini daunnya sudah menghijau. Setelah berkeliling di antara petak-petak sawahnya, matanya terhenti pada rumput-rumput liar di antara tanaman padinya. Rumput itu terlihat tumbuh subur dan bahkan lebih subur dari tanaman padinya.

Hari semakin siang, matahari semakin terik. Tanpa tunggu lama, pak Tani menyingsingkan lengan bajunya, turun ke sawah dan menyiangi rerumputan di sela pepadian itu. Petak demi petak dia bersihkan, sementara panas matahari kian menyengat. Keringat pak Tani bercucuran, sesekali ia menyeka mukanya dengan lengan bajunya. Ia tak peduli dengan panas yang membakar kulitnya.
Tanpa terasa adzan Duhur berkumandang dari kejauhan. Ia terhenti sejenak, kemuadian melangkah ke tepi, berjalan menyusuri pematang dan berhenti di sebuah gubug kecil di tengah sawahnya. Ia kipas-kipaskan tudung di kepalanya ke wajahnya yang terlihat kelelahan, hembusan angin sepoi-sepoi terasa menyegarkan tubuhnya yang memerah dan basah oleh keringat. Sebuah botol minuman ia raih, dengan beberapa tegukan ia obati dahaga yang dari tadi ia rasakan. Sejurus kemudian ia mengambil bekal makanan di sampingnnya, membukanya, dan memakannya dengan lahap, habis tak tersisa. Ah…, betapa nikmatnya makan di tengah sawah yang mulai menghijau dengan angin yang sepoi-sepoi, diiringi kicauan burung-burung. Sungguh alami pemandangan di depan sana, hamparan hijau di bawah birunya langit…

Setelah merasa cukup istirahat, ia bergegas ke sebuah sungai kecil di samping sawahnya. Ia ambil air wudlu, kembali ke gubug, berganti pakaian, dan …Alloohu akbar! Ia berdiri mengahadap kiblat dengan penuh kekhusyu’an. Masya Alloh, di tengah sawahnya ia tiada lalai untuk bersujud menghadap Ilahi. Setelah selesai sholat, ia pun melanjutkan pekerjaannya yang masih panjang, membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di antara tanaman padinya.



Setelah beberapa lama, tiba-tiba langit berubah warna, biru dan cerah yang sejak pagi menghiasi angkasa tiba-tiba menjadi mendung yang menyelimuti, beberapa kali terdengar petir mulai menyambar. Tanpa menunggu lama hujan pun turun dari langit dengan derasnya membasahi seluruh tanaman yang tumbuh di persawahan itu. Sejenak pak Tani menghentikan pekerjaannya, tertegun memandang sekeliling, sepi tak ada seoarangpun yang masih berada di persawahan sekitarnya, kemudian ia melanjutkan pekerjaannya lagi.

Hujan kian deras, petir berderu di angkasa memekakkan telinga. Pak Tani tiada bergeming dari kegiatannya, walau badannya basah kuyup, dengan cangkul kecilnya ia terus menyusuri sela-sela tanaman padinya, menggemburkan tanah dan mencabut rerumputan yang tumbuh liar. Panas yang tadi membakar telah sirna dan berganti dingin yang menusuk tulang. Sesekali badannya bergetar seperti menggigil, tapi ia tak peduli, ia terus melangkah. Tiba-tiba sebuah kilat menyambar seperti di depan wajahnya, kemudian… DUARRR!! Gelegar petir membahana mengikuti kilat kuning emas yang merambat dari langit ke bawah dalam seper sekian detik. Sontak pak Tani terkejut, badannya berguncang dan hampir terjatuh ke belakang. Ia mengusap dadanya sambil berguman, “Subhanalloh…”. Ia berdiri terdiam, kembali ia pandangi keadaan sekeliling. Sejauh mata memandang, hanya air hujan yang terlihat, dedaunan tertunduk menahan air, sunyi…, hanya air hujan yang terdengar. Ia baru sadar tinggal dirinya seorang yang masih berdiri di tengah persawahan itu. Kesunyian mencekam, tiada seekor jangkrik pun yang berani bersuara, hanya deru angin dan hujan serta petir yang silih berganti bergemuruh. Tiba-tiba hati kecilnya berkata, “Kamu harus pulang, alam sedang tidak bersahabat, kamu bisa celaka disambar petir…”. Kemudian ia pandangi seluruh sudut sawahnya, terlihat dedaunan padi tertunduk kedinginan, ia menghela nafas sejenak dan bergumam, “Apapun yang terjadi aku akan tetap merawatmu padi…, karena aku yakin suatu hari esok aku pasti akan memanenmu”. Lalu, ia pun melanjutkan pekerjaannya.

Tak berapa lama kemudian, sayup-sayup terdengar suara adzan Ashar dari kejauhan di sela-sela suara gemericik air yang mulai mereda. Pak Tani menghentikan kerjanya, berlajan ke tepi menyusuri pematang menuju gubug, membenahi bekal lalu melangkah pulang dengan hati bahagia, tak peduli badannya basah kuyup, dingin menusuk tulang.

Demikianlah perjuangan pak Tani yang tak kenal lelah, tak peduli panas dan hujan, demi tanaman padinya yang yakin dengan pasti kelak akan ia panen. Ia yakin suatu hari nanti akan menikmati hasil jerih payahnya hari ini. Maka, ia pantang menyerah menghadapi segala tantangan dan hambatan yang menghadang. Ia bulatkan tekad untuk mempersembahkan yang terbaik.



Seharusnya, demikian juga kita dalam mengarungi kehidupan, kita harus punya tujuan yang jelas dan pasti yang akan kita capai esok lusa, dan kita bulatkan tekad dan segala daya upaya untuk mencapainya. Jangan mimpi semuanya akan berjalan lancar tanpa rintangan. Menanam padi saja pasti rumput akan ikut tumbuh, demikian juga impian yang kita tanam, pasti juga akan ditumbuhi semak dan ilalang. Kalau semak dan ilalang tidak kita bersihkan, bisa jadi impian kita akan layu dan mati.

Jadi, sebelum kita menuai sukses, kuatkah kita menghadapi cobaan dan rintangan yang menghadang??

Sebelum kita menuai sukses, tabahkah kita menghadapi penderitaan??

Sebelum kita menuai sukses, bersabarkah kita dalam menjalani proses??

Mari kita wujudkan impian sukses kita, walau keringat dan darah harus jadi taruhannya…!



Salam sukses luar biasa!

Sukses sejati, sukses dunia dan akhirat

18.12

Artipenting Tujuan Hidup

Jika sekarang diibaratkan kita sedang berjalan di tengah hutan belantara yang gelap gulita, maka tujuan hidup kita bagai lentera yang sinarnya berkilau dari kejauhan. Dengan susah payah kita akan menuju lentera itu karena hanya itu yang kita lihat. Kita tidak peduli dengan apa yang menghadang di depan kita. Ada kalanya kaki kita tertusuk duri atau tersandung batu, namun kita terus melangkah. Ada kalanya kita terperosok ke dalam jurang, namun kita akan naik lagi dan terus melangkah. Ada kalanya tiba-tiba tembok yang tinggi menjulang berdiri kokoh di hadapan, namun kita akan tetap memanjat dan melewatinya. Setelah melihat sinar lentera itu, kita terus menuju ke arahnya.

Dengan perjuangan yang panjang, akhirnya kita dapat mencapai lentera itu. Setelah lentera ada di tangan, kita pun melihat cahaya lentera lain yang kilau cahayanya lebih besar. Dengan diterangi lentera tadi, kita melanjutnya perjalanan menuju ke arahnya, begitu seterusnya sampai akhirnya menuju ke sumber dari segala sumber cahaya, mencapai pencerahan jiwa dan mengetahui hakikat hidup yang sesungguhnya untuk kemudian menggapainya.

Tanpa cahaya lentera, kita tak bisa melihat apa-apa; yang ada hanya kegelapan. Tanpa cahaya lentera, kita tak akan tahu harus melangkah ke mana. Tanpa cahaya lentera, kita akhirnya akan berjalan dalam kehampaan dan hanya menunggu waktu tubuh ini lapuk dimakan usia sebelum akhirnya mati menyatu dengan tanah.

Donald H. Weiss dalam bukunya, “How to Control Your Life Through Self Management” atau yang dalam edisi Indonesia diberi judul “Hidup Teratur”, memberikan beberapa kata kunci kaitannya dengan “tujuan hidup” sebagai berikut :

o Tujuan : suatu titik akhir yang Anda ingin capai sebagai hasil akhir/produk akhir dari upaya Anda. Suatu pembayaran dari dan untuk upaya Anda.

o Sasaran : suatu langkah menuju pencapaian suatu tujuan, suatu tonggak, tujuan antara; suatu ukuran dari keberhasilan Anda dalam mencapai tujuan akhir dari upaya Anda.

o Pernyataan tujuan : ekspresi hasil yang diharapkan, entah itu berupa tujuan akhir atau sasaran; pernyataan itu terdiri dari target, batas waktu, dan sarana atau kondisi yang mempengaruhi pencapaian hasil.

Jadi kalau disederhanakan, hendaknya kita punya tujuan-tujuan kecil (tujuan antara) yang akan mengantarkan kita pada pencapaian tujuan tertinggi hidup kita. Dan yang jelas tujuan itu harus jelas, realistis, memiliki batas waktu pencapaian sebagai ukuran keberhasilan dan memiliki antisipasi terhadap kemungkinan adanya hambatan karena hidup ini penuh tantangan. Setelah mencapai tujuan antara tersebut, kita harus terus melangkah untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Begitu seterusnya hingga kita mencapai tujuan hidup kita yang teragung.

Dengan adanya tujuan hidup yang jelas, kita bisa melangkah dengan pasti tak peduli seganas apapun jalan yang harus dilalui. Banyak kisah yang dapat kita baca, yang mana seseorang rela menjadi seorang office boy, namun beberapa tahun kemudian kita mengenalnya sebagai seorang dosen, trainer, pengusaha, dan juga motivator. Atau seseorang yang mau menjadi seorang salesman jalanan yang harus mengetuk pintu-pintu dan ribuan kali ditolak, namun beberapa tahun kemudian kita mengenalnya sebagai praktisi bisnis, investor, dan pendidik yang karya-karyanya menginspirasi jutaan manusia di dunia.

Tujuan hidup yang mengkristal membuat kita tetap beroleh cahaya walau dunia kita seakan-akan sedang gelap gulita. Dan ketika mentari bersinar kita akan tersenyum bahagia karena menyadari kita masih berada di jalan yang kita tuju. Tidak seperti mereka yang hidup tanpa tujuan, setelah mendapati jalannya berujung semak belukar, mereka berbalik arah mencari jalan lain yang lebih mudah padahal jalan yang baru itu tak berujung. Atau mereka yang mendaki tangga, setelah lama nian mendaki tingkat demi tingkat, sampai di atas baru mereka sadar tenyata tangga yang mereka daki bersandar di dinding yang salah

18.10

Antara Cinta dan Nafsu

Banyak muda-mudi jaman sekarang yang asyik masyuk terseret dalam pergaulan bebas. Pacaran seolah menjadi budaya. Pacaran menjadi nuansa bagi mereka untuk menuangkan rasa cinta pada sang kekasih. Rasa rindu ingin bertemu selalu menghantui mereka, para remaja yang sedang dimabuk cinta. Malangnya, ajang bercengkerama dua anak manusia berlainan jenis (bukan muhrim) ini lebih digemari dari pada membaca buku-buku motivasi atau kegiatan positif lainnya. Lebih malang lagi, tontonan sinetron-sinetron di televisi lebih memperparah lagi keadaan ini.

Tak dapat dipungkiri lagi, di masa sekarang, ada keprihatinan mendalam di balik fenomena itu. Dengan “mengatasnamakan cinta”, muda-mudi itu banyak yang lupa akan batasan-batasan yang digariskan agama. Melalui ajang yang disebut pacaran itu, terjadilah sebuah interaksi intensif dari perasaan saling suka, sering bertemu, dan seterusnya yang berujung pada terjadinya berbagai kontak fisik dalam kesempatan yang sepi berdua. Tak jarang mereka sampai terjerumus ke jurang perzinaan, karena tak bisa mengendalikan diri. Akhirnya, hubungan yang awalnya istimewa bagi mereka, menjadi penyebab terjadinya dosa besar dan hancurnya masa depan bagi pelakunya. Sekali lagi, sebelumnya mereka melakukannya dengan “mengatas namakan cinta”.
Ada kisah nyata seorang wanita yang dulu jadi teman sekelas semasa SD. Dia adalah gadis yang manis menurut penilaian umum. Walau sedikit centil, ia banyak disukai teman-temannya. Sejak SD ia sudah telibat hubungan asmara dengan kakak kelas yang juga masih tetangga saya. Walau itu mungkin cinta monyet, namun kisah itu terus berlanjut hingga SMA. Malangnya, ketika masih kelas 1 SMA, si gadis ternyata telah berbadan dua sehingga mau tidak mau harus kawin sangat muda. Tak berapa lama, keluarlah anaknya dari rahimnya sehingga dapat dikata ABG (Anak Baru Gede) tiba-tiba mengeluarkan anak yang bisa “gede”. Setelah semua itu terjadi, hilanglah masa-masa indah si gadis dalam berproses menjadi manusia dewasa. Dia harus menjadi sosok ibu di saat jiwanya masih pancaroba, sementara gadis-gadis lain sedang menikmati kebebasan mencari jati diri. Dia kini kelihatan sudah tua dengan badan gemuknya layaknya ibu-ibu kelahiran era 70an. Kecantikannya hanya terlihat sekejap mata setelah bencana itu tak dapat dihindarinya. Ia telah kehilangan masa mudanya… Lalu, siapa yang salah?

***
Begitu naifkah, kata cinta yang harusnya dijaga kesuciannya, menjadi ternoda. Lalu, benarkah itu cinta? Ataukah hanya nafsu yang terkamuflase? Jadi, ketika sepasang muda-mudi sedang asyik berduaan, sebenarnya cinta ataukah nafsu mereka yang “berbicara”? Apakah emosi ataukah akal sehat mereka yang lebih dominan?

Jika ada seorang gadis yang berkata pada kekasihnya, “Kuserahkan segala milikku untukmu sebagi bukti cintaku padamu…” Dia menganggap itu sebagai sebuah pengorbanan karena cinta. Tapi begitukah pengorbanan untuk cinta? Ataukah itu untuk nafsu?

Ada seorang pemuda menanyakan pada pacarnya, “Bila kau benar cinta padaku, apa buktinya?” Atau dalam kesempatan lain, “Sebagai bukti cinta, maukah kau kucium, kupeluk… (dan seterusnya).” Atau dalam kasus lain, jika yang minta ini itu adalah sang gadis, dan ketika si pemuda menolaknya lantas dibilang pengecut. Apakah harus begitu membuktikan cinta?

Begitu mudahkah mengatas namakan “cinta” untuk suatu perbuatan dosa. Apakah itu benar cinta, atau itukah yang dinamakan nafsu? Yah, sebagai makhluk jenius yang dikaruniai akal budi yang sempurna, kita sebagai manusia pasti tahu perbedan keduanya, antara nafsu dan cinta. Dan sebagai generasi muda yang terpelajar, sudah sepantasnyalah kita tidak mencampuradukkan kedua hal itu untuk melegalkan hasrat (baca: hawa nafsu) kita.

Sekarang adalah era informasi yang serba canggih, bukan era manusia gua ratusan abad yang lalu. Manusia semakin cerdas dan punya peradaban tinggi. Jadi, harus tahu apa itu arti cinta yang sesungguhnya, dan jangan menodai makna cinta dengan pelampiasan hasrat nafsu birahi dengan mengatasnamakan cinta.

Begitu parahnya pergaulan bebas muda-mudi di jaman ini, yang melegalkan perbuatan maksiat sebagai sebuah kebiasaan yang wajar. Hal itu bukan tanpa bukti. Ada wanita yang berkisah langsung dan katanya ingin bertaubat. Ada juga laki-laki yang berkisah dengan perasaan bangga tanpa ada niat memperbaiki diri sedikitpun. Ada juga cerita dari teman yang sering dijadikan curhat teman-temannya. Pendek kata, kita harus mengurut dada mengetahui realitas kelabu ini. Mereka ada di tengah-tengah kita. Itu terjadi di tengah-tengah kita.

Belum lagi banyaknya kasus-kasus pergaulan intim muda-mudi di luar nikah yang menghebohkan, direkam layaknya film dokumenter, namun akhirnya aib itu tersebar. Dan bagi si pelaku, pasti malu yang tak terkira harus mereka tanggung. Juga bagi keluarganya, itu semua menjadi aib yang memalukan, menghancurkan martabat keluarga, dan meluluhlantakkan segala kebanggaan. Ironisnya, pelakunya kebanyakan adalah sepasang kekasih yang masih pelajar atau mahasiswa. Lebih ironis lagi, mereka melakukannya atas nama cinta.

Pertanyaannya: apakah semua itu hanya dibiarkan saja? Atau hanya jadi bahan pemberitaan belaka?

Nama cinta bukanlah untuk sesuatu yang nista. Cinta adalah anugerah Yang Kuasa yang harus kita jaga kesuciannya. Jika kita mencintai kekasih kita, maka dengan cinta itulah kita menjaganya, bukan menodainya. Cinta selalunya suci dan mulia bila ia dimiliki oleh seorang “pecinta sejati”. Banyak kisah cinta yang menjadi legenda. Tajmahal yang indah di negeri India tercipta karena cinta. Rabiah Al Adawiyah menjadi legenda sufi wanita karena cintanya pada Sang Pencipta.

Pasangan legenda Rama–Shinta, Romeo–Juliet, Kais–Laila, menjadi kisah sepanjang masa karena cinta mereka. Tidak ada kisah melegenda tentang nafsu yang tak terkendali dalam hubungan dua insan lain jenis tanpa ikatan pernikahan. Adanya hanyalah skandal, perselingkuhan, perzinaan, dan nama lain sejenis yang amoral.

Jadi, jangan katakan ‘cinta’ jika kita tidak bisa memaknainya dengan makna yang sebenarnya. Jangan samakan cinta dengan nafsu hanya karena kita kurang kendali diri. Jangan mengkambinghitamkan cinta sebagai sarana pelampiasan nafsu. Dan yang lebih penting lagi, pergaulan bebas tak akan terjadi bila muda-mudi kita bisa memaknai cinta dengan sebenarnya dan memegang teguh ajaran agama dengan istiqomah (konsisten) sampai tiba masanya gerbang pernikahan terbuka.

Bagaimana menurut pendapat Anda?

18.09

SEBUAH REFLEKSI: ANTARA KENANGAN, KERINDUAN DAN PENGHARAPAN

Malam Minggu biasanya menjadi malam yang ditunggu oleh sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Entah kenapa harus malam Minggu, kenapa tidak malam yang lain? Saya tidak tahu sejarahnya. Namun bagiku, malam Minggu dan malam-malam yang lain sama saja. Cuma malam Minggu kemarin agak sedikit beda. Tidak disangka saya ditelepon dan berdiskusi dengan seorang penulis handal yang karya-karyanya sangat mengagumkan. Dan belum selesai pembicaraan kami, ternyata datang dua sosok makhluk Tuhan yang mengapeli (sepertinya kata ini tidak baku) saya.

Hmm, datang langsung dua… Begitulah Allah jika memberi rejeki, bisa langsung tak terduga dan banyak pula. Tapi jangan pikir mata saya akan keluar logo “waru merah hatinya” karena ternyata yang datang tersebut adalah cowok semua.

Pembaca : “Idih, Mas Agus ternyata hombrenk ya…?”

Jawab : “Enak saja…! Mereka adalah dua teman seperjuanganku ketika aktif di sebuah organisasi. So, saya masih normal bro!”.

Kami pun membicarakan banyak hal, dari kondisi pergaulan remaja yang memprihatinkan dewasa ini, rencana-rencana menulis buku berikutnya, hingga teringat sebuah film yang sudah lama kami nanti-nantikan baru tayang malam itu juga di kota kami yang asri. Kami pun akhirnya sepakat besok malamnya nonton bersama.
***

Keesokan harinya, ba’da Maghrib dengan semangat ’45, kami berempat berangkat bersama menuju sebuah bioskop yang ternyata sudah dipadati pengunjung. Tidak bisa dihindari menghadapi antrian di depan loket karcis. Kami membagi diri menjadi dua kelompok; dua temanku ikut antri membeli tiket dan saya beserta seorang lagi membeli makanan ringan dan minuman sekenanya.

Setelah masuk ke dalam, tak dapat dihindari, kami pun duduk di sebelah cewek cakep yang setelah diselidiki ternyata tidak ada bodyguardnya alias bersama dengan teman cewek juga. Beberapa menit sebelum film diputar, ternyata ada sms yang masuk, “Pak Agus, katanya Salsa nggak mau ngaji kalau nggak sama Pak Agus…” Ternyata sms dari orang tua yang beberapa tahun lalu anaknya belajar Al Qur’an ke saya. Seorang anak laki-laki yang bandelnya luar biasa prima.

Beberapa saat kemudian film pun diputar. Sementara kedua mata saya tertuju ke layar, sepertinya mata teman saya agak berbeda; satunya menatap ke layar dan satunya lagi ke cewek cakep di sebelahnya. [Hmm, saya juga namun hanya sekilas. Semoga saja mata temanku itu tidak keseleo, hehehe…].

Sebuah film yang luar biasa. Anda pasti bisa menduganya. Ketika kami membaca novelnya, ada tawa yang beterbangan, juga ada tangis yang mengharukan. Dan ketika melihat filmnya, benar-benar kami—di satu sisi bisa tertawa lepas, sementara di sisi lain juga ada air mata yang menetes haru. Maklum, hidup di kota kecil jadi harus sedikit bersabar dalam menunggu tayangnya film tersebut.

Sambil menikmati adegan demi adegan di film tersebut, sesekali di benak ini terpikir bagaimana kemungkinan saya memenuhi keinginan orang tua yang sms tersebut. Kapan saya harus menyempatkan waktu…? Dan seterusnya. Dan rupanya film tersebut berkisah tentang dunia pendidikan, tentang perjuangan luar biasa anak-anak dari keluarga tak mampu untuk bersekolah dan mengenyam pendidikan yang layak (hampir sama dengan masa kecil kami), juga perjuangan guru luar biasa yang mendidik dengan hati nurani dan akhlak yang terpuji. Dari guru-guru seperti inilah kelak terlahir generasi pilihan. Pendek kata, film itu banyak memberikan inspirasi bagi siapa saja yang menontonnya.

***

Tanpa disadari, semua yang saya lihat di film tersebut membangkitkan beberapa kenangan indah, ketika beberapa tahun silam saat baru tamat SMA, ketika saya dituntut untuk belajar berorganisasi dan menjadi motor penggerak bagi teman-teman remaja masjid di sebuah desa tempat terjadinya kisah asmara antara Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa berabad-abad lalu, di sebuah kerajaan yang dilupakan sejarah—yang ternyata menjadi desa kelahiran saya. Untuk menjalankan salah satu program yang ditetapkan organisasi kami; bersama teman-teman, kami mengajar anak-anak mengaji Al Qur’an dengan mendirikan TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an).

Dalam waktu singkat, di salah satu wilayah yang saya kelola, tercatat sekitar 40 santri putra dan putri yang ikut mengaji. Tapi beberapa bulan kemudian, ketika perjalanan takdir mengharuskan saya pergi jauh, ketika kata perpisahan tidak bisa dihindarkan, sebuah keadaan yang harus memisahkan 40 santri TPQ kami dengan pendirinya, karena saya harus terbang merantau ke negeri seberang. Sebuah perpisahan yang memilukan, walau kepergian ini bukan untuk selamanya, namun pergi untuk kembali. Dalam sebuah acara pamitan, kesedihan pun tak bisa terelakkan. Mata-mata mungil yang masih lugu, jiwa-jiwa yang haus ilmu itu pun harus merelakan kepergianku dengan tatapan yang seolah mengucapan “Selamat tinggal…, kami akan merindukanmu…”

Hampir dua tahun berlalu, kaki ini pun mendarat kembali di bumi pertiwi. Namun ketika kembali ke desaku, ternyata TPQ yang dulu ramai oleh anak-anak mengaji itu tinggal nama. Teman-teman yang saya serahi tanggung jawab untuk mengelola ternyata tidak dapat mempertahankannya. Semua telah pergi ketika saya telah kembali…

Jiwa mudaku yang saat itu lebih tertambat di masjid daripada di tempat lain mengembalikan saya aktif kembali, menemui rekan-rekan pengurus lain, dan akhirnya saya kembali menduduki pucuk pimpinan. Sungguh indah saat itu, bersama teman-teman–meskipun di saat yang sama saya sedang menderita patah hati—ternyata kehadiranku kembali bisa meramaikan masjid yang dirahmati Allah tersebut. Para remaja dan muda-mudi antusias kembali menjadikan masjid itu menjadi pusat kegiatan. Berbagai kegiatan pun kami laksanakan, hingga pengajian-pengajian akbar di hari-hari besar Islam. Walau beberapa pengurus terjangkit virus cinlok (cinta lokasi), saya lebih fokus untuk memajukan organisasi. Dan tugas baru pun datang lagi…

Dengan dorongan penuh para senior dan dukungan teman-teman, kami pun membangkitkan kembali TPQ-TPQ yang untuk beberapa lama sempat mati. Bahkan kali ini kami pun ternyata harus menghidupkan kembali Madrasah Diniyah yang sejak lama telah tiada. Sungguh perjuangan yang berat bagi kami—anak-anak muda yang sedang melakukan pencarian diri.

Saat-saat pembelajaran yang penuh makna dan tak terlupakan. Ketika anak-anak muda seusia kami sedang sibuk pacaran, di satu sudut bumi yang lain kami berjuang melawan diri sendiri (hawa nafsu) dan keadaan demi perjuangan yang ingin mendapat keridhaan-Nya. Di saat itu, saat diri ini masih terlalu hijau, ternyata saat-saat di mana saya–yang sangat terbatas ilmunya—sedang menjalani pembelajaran kehidupan dengan menjadi seorang Kepala Madrasah Diniyah dan Direktur TPQ dengan santri mencapai 130 anak. Saat di mana kepala ini sering pening dan banyak kunang-kunang beterbangan di atas kepala. Apa yang bisa saya lakukan? Apa yang seharusnya saya lakukan? Dan apa yang harus saya lakukan? Karena… aku ini siapa???

Hari-hari di saat itu adalah hari di mana kami penuhi waktu dengan kegiatan positif. Sebagian teman yang masih pelajar SMA–juga saya yang sedang belajar sedikit ilmu komputer di sebagian hari dan mengajar di sebuah sekolah di pagi hari—menyempatkan diri di sebagian waktu sisa kami mengajar sedikit ilmu kepada adik-adik kami dengan aneka karakternya.

***

Waktu yang terus berlalu seharusnya membuat kita bertambah ilmu

***

Hari-hari bersama anak-anak yang masih bersih dari dosa, bersama-sama mengaji ilmu agama dan belajar Al Qur’an, ada tawa, ada keseriusan, juga ada anak trouble maker yang menjengkelkan dan menguji kesabaran, adalah salah satu keindahan yang bisa dilewati di masa pencarian diri kami. Meski dari situ saya menjadi semakin merasa bodoh dan belum pantas mengemban amanah yang berat itu, semua membawa hikmah bagi pembelajaran kehidupan ini. Betapa kita harus memiliki cukup ilmu, baik untuk meraih kebahagiaan dunia, juga kebahagiaan akhirat yang kekal abadi. Dan semakin kita mendalami agama maka kita akan tahu semakin banyak yang belum kita ketahui dan kita pahami. Sadarlah kita bahwa ilmu Allah itu bak lautan luas yang tiada bertepi. Jika sekarang kita hanya tahu yang sepersekian tetes dari lautan itu, tidakkah kita ingin meneguk yang lain lagi?

Setelah anak-anak sedang semangat-semangatnya dan jumlahnya pun membludak, amanah itu pun kami serahkan kepada orang yang kami pandang pantas memimpin kami, yang umurnya 20 tahun di atas saya dan punya bekal ilmu yang cukup setelah melalui rapat yang dihadiri tokoh dan sesepuh masyarakat. Kami sadar yang muda-muda ini masih harus banyak belajar dan terus belajar, meskipun figur pemimpin yang kami pilih tidak membawa kemajuan seperti yang kami harapkan, namun justru sebaliknya.

Di satu sisi kami pun lebih fokus mengajar santri-santri mengaji Al Qur’an di TPQ yang jumlahnya mencapai 60 anak. Hari-hari kami mengajar Al Qur’an, wudlu, shalat, doa-doa harian, dan lainnya menjadi kenangan tak terlupakan. Terutama saat bulan Ramadhan tiba, bersama ratusan anak mengadakan buka bersama. Ada keceriaan, ada kesyahduan dan ada kasih Tuhan di sudut-sudut mata yang menikmati waktu dengan bahagia.

Perputaran waktu memang kadang membawa realitas yang berbeda. Demikian juga saat-saat sedih tatkala melihat satu demi satu sahabat-sahabat seperjuangan saya harus pergi jauh demi tuntutan masa depan, meninggalkan jiwa ini bersama mata anak-anak yang masih polos dan lugu—yang belum tahu kenyataan hidup setelah mereka dewasa–yang seolah berkata, “Ajari kami, meski hanya untuk bisa shalat dan membaca Al Qur’an…”

Setelah rutinitas berganti dan kesibukan tidak bisa terelakkan, dengan berat hati saya pun harus pelan-pelan meninggalkan teman yang masih punya waktu. Apalah daya, figur seorang pemimpin ternyata sangat mempengaruhi sebuah perjuangan. Saat yang di depan harus menjalankan tugas lain, kenapa tiada kunjung datang penggantinya???


Terima kasih untuk sahabat-sahabatku yang dulu berjuang bersama

Meskipun apa yang kita lakukan mungkin belum punya makna,

Saya yakin Dia mencatat amal kita yang tiada sempurna

Dan saat kita sudah cukup bekal, kita akan kembali lagi

Dengan langkah yang lebih pasti…


Yah, benar kawan… kita pasti akan kembali! Saya memang harus sementara melepas panggilan “Pak Guru” yang pernah lekat di telinga saya. Saya memang harus berhenti dari profesi guru di “sekolah formal” maupun guru bagi adik-adik kita yang ingin mengaji. Saya harus terus melangkah karena saya tidak ingin menjadi guru yang menggantungkan hidup pada pemerintah dan mengharap tetap dibayar meskipun saya sudah tidak bekerja lagi. Saya tidak ingin menjadi guru karena mendambakan keamanan kerja di tengah-tengah kekacauan ekonomi yang melanda. Saya tidak ingin menjadi guru yang mengajarnya tidak ikhlas karena sedikitnya bayaran yang diterima. Saya tidak ingin menjadi guru yang terikat kurikulum yang hanya mengajarkan satu macam kecerdasan saja. Saya tidak ingin menjadi guru yang hanya mengajarkan murid-murid menjawab soal-soal ulangan dan ujian sementara saya sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan Allah yang diulang-ulang dalam Surat Ar Rahman, “Fabiayyi aalaa-i rabbikuma tukadzdzibaan…?”

“Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” [QS. Ar Rahmaan]

Saya ingin menjadi “guru” seperti apa yang tertulis di baris paling akhir artikel ini!

***

Keesokan harinya—setelah malamnya kami menonton film yang tidak biasa tersebut–ternyata saya mendapat sms lagi, tapi dengan isi yang bertolak belakang, “Mau mulai ngaji kapan???” Toeng…! Ternyata dari guru/ustadz saya. Kebetulan sudah cukup lama, karena kesibukan dan kegiatan lain saya tidak berangkat mengaji.

Jadi teringat pesan salah satu tokoh guru dalam film di atas, “Jangan pernah menyerah…!”

Yah, benar sekali! Ternyata selama ini saya sering menyerah. Saya sering berdalih kelelahan…, tugas seabrek…, banyak acara lain, dan sebagainya yang semuanya itu mendukung rasa malas saya untuk melakukan hal yang seharusnya saya lakukan—meskipun malas itu hanya untuk merebahkan badan mengusir segala kepenatan. Yang semua itu membuat saya terkadang meninggalkan saat-saat terbaik yang mungkin bisa saya lewati dalam hidup ini.

Suara Hati Seorang Guru

Ketika seorang gadis kecil mengharap saya, dan hanya saya, berkenan mengajarkannya mengaji Al Qur’an. Seorang gadis kecil yang cantik dan lucu, yang beberapa tahun lalu selalu menyongsong kedatanganku, kemudian berebut mencium tanganku. Ketika seorang anak laki-laki yang menjadi kakaknya dipercayakan kepada saya untuk belajar membaca kitab suci-Nya. Anak laki-laki yang sebenarnya cerdas, namun bandel luar biasa.

Salsabila, seorang gadis kecil yang selalu tertawa polos dan berteriak menyapa, “Pak Guluuu…!” di rumah dan di mana pun ketika bertemu, meskipun mulutnya belum bisa melafalkan beberapa huruf dengan benar, terutama huruf “R”. Ketika aku mengajar kakakmu yang bandel luar biasa, yang pernah menguji kesabaranku hingga titik penghabisan, kau hadir dengan senyum dan tawamu yang polos. Tingkahmu yang lucu membuatku terhibur di saat-saat hati ini ingin berkata “menyerah” mengatasi kakakmu. Kadang kau duduk di pangkuanku dan memperhatikan kakakmu melafalkan huruf demi huruf hijaiyah. Kadang kau menirukan suara kakakmu menghafalkan bacaan shalat, doa-doa maupun surat-surat pendek dalam Juz ‘Amma. Terkadang tingkahmu membuat aku dan kakakmu tertawa terpingkal-pingkal… Kadang kau menangis karena ulah kakakmu. Kamu memang anak yang aktif, tapi lebih sering membuatku terseyum dan tertawa geli. Dan ternyata sekarang kamu sudah cukup besar ya…, sudah berani bilang sama ibu-bapakmu kalau mengaji maunya sama aku. Setelah aku pikir-pikir, hanya sedikit murid yang berkesan seperti kamu, aku pun menjawab tawaran bapak-ibumu dengan “Insya Allah, saya akan (mengusahakan) mengajarnya”, meskipun aku belum tahu kapan waktu untukmu, dan kamu pun berkata, “Yess! Kalau sama Pak Agus, Salsa mau ngaji…” Begitu yang bapak-ibumu ceritakan padaku, membuat kesan tersendiri di hatiku—beberapa tahun setelah aku berhasil menaklukkan kakakmu yang bandel itu. (Yang sebenarnya terjadi, saya yang berhasil mengalahkan diri saya sendiri ketika hampir menyerah, dan tetap mengajar anak itu minimal bisa membaca Al Qur’an sesuai dengan dasar ilmu tajwid yang saya kuasai, hingga akhirnya waktuku tidak bisa saya sisakan untuk mengajarnya lagi).

Tuhan Menyuruhmu untuk Terus Belajar (dan atau Mengajar)

Dengan dalih lelah setelah kerja seharian. Dan di akhir pekan harus mengikuti kelas khusus (Sabtu – Minggu), sementara malam pun harus pergi memperdalam ilmu yang lain. Semua itu butuh tekad yang kuat dan taufik dari-Nya. (Taufik adalah hidayah Allah yang membuat kita melakukan sesuatu).

Salsabila mungkin menjadi gambaran sosok kekasih Ilahi, seorang gadis kecil yang suci dari dosa, yang ingin belajar membaca kitab suci-Nya, yang karena kesucian dan keluguannya mampu membuat saya bercermin diri. Ketika di sebagian hariku (8 – 10 jam) saya habiskan untuk bekerja, dan malam pun pada pukul 21.00 saya harus keluar lagi menimba ilmu di tempat berjarak ± 4 km dari rumah juga untuk belajar kibat suci-Nya, dan lagi di akhir pekan—saat di mana sebagian orang menggunakannya untuk beristirahat—saya juga masih harus belajar ilmu yang lain; duduk manis di sebuah kelas dengan mata menahan kantuk, sementara di atas kepala saya terbang berputar-putar kunang-kunang menghiasi tatapan mata saya ke depan mencermati penjelasan dosen tentang Statistika, Ekonometrika, dan sejenisnya dengan tatapan mata yang satu ke kiri dan satunya lagi ke kanan… Yang kadang membuat saya terlupa akan hal-hal terindah dalam hidup saya yang pernah ada. Salsabila mampu memberi cermin, betapa diri ini harus selalu mengingat-Nya, mempelajari kitab suci-Nya atau mengajarkannya kepada mereka yang belum bisa. Salsa dan saya sama… sama-sama akan selalu belajar!

Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA MicrosoftInternetExplorer4

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya” [HR. Bukhari - Muslim]

Salsabila kembali hadir dalam benakku, di malam saya dimintai mengajarkan Al Qur’an dan di siang harinya guru saya juga menanyakan kapan saya berangkat mengaji lagi… Semua seolah sudah diatur. Baru sebentar saya berhenti dengan dalih urusan dunia yang menguras sebagian energi saya, Dia seolah menyadarkan nurani saya bahwa Dia masih ada di sisiku, bahkan sangat dekat. Dan saya pun seharusnya berteriak, “Saya tidak boleh menyerah…!”

Yah, menyerah kepada diri sendiri. Menyerah kepada keterbatasan diri yang sesungguhnya menjadi ujian. Atau menyerah kepada bujuk rayu syetan yang selalu mengajak kepada kesia-siaan dan kemunkaran. Demikian pula menyerah ketika saya tidak bisa memenuhi undangan presentasi character building dari seorang sahabat di luar pulau Jawa.

**

Bagi sahabat-sahabat yang sering berkeluh-kesah, baik via sms, email maupun secara langsung,

Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi kalian

**

Bagi yang Hatinya Terluka: Tidak Pantas Merasa Patah Hati

Tiba-tiba dalam diri ini ada kerinduan yang merasuk, di saat menjalani adegan demi adegan kehidupan. Teringat kembali ketika datang ke sebuah rumah, ada sesosok gadis kecil berlari menyongsong kedatanganku, kemudian mencium tanganku. Atau ketika di masjid setelah selesai mengaji, puluhan anak berebut mencium tanganku. Itu adalah sebuah keindahan bagi saya yang di satu sisi sering dilukai wanita ini, dan tidak akan pernah ada niat membalasnya ke orang lain. Hingga tidak kurang dari lima orang telah berusaha menjodohkan saya… [Ini ada Mbah Comblang: Dicomblangin… Apa jadinya??? Tentang comblang-mencomblang; baca artikel berjudul “Ketika Cinta Diuji Part 1”].

Dan Tuhan memang Maha Adil, ketika hati ini harus tersayat luka… ketika mata ini tidak sanggup menitikkan air mata karena sebagai seorang laki-laki saya harus tegar meski sedahsyat apa pun badai datang menerpa, ada seratus lebih hamba-Nya yang masih suci dari dosa dan lugu mencium tangan ini, meneguhkan diri bahwa Dia lebih mencintai saya; lebih mengasihi daripada wanita yang ingin dianya mengasihi saya.

Tidak pantas bagi kita untuk bersedih ketika kita harus kehilangan sesuatu yang berharga di hati. Kita harus bersyukur karena selalu ada pengganti yang lebih baik. Ada kasih yang lebih murni dan pengabdian yang lebih mulia. Yang tidak pernah boleh hilang dari hati kita adalah iman!

Untuk itu, paragraph ini saya peruntukkan untuk sahabat-sahabatku, terutama yang pernah berjuang bersamaku, hingga di suatu saat kita sampai tidur di masjid. Sementara di sisi lain kita pun pernah dengan penuh suka cita hiking bersama, jalan kaki ke air terjun “Curug Cipendok” dan juga ke Pancuran Pitu di lereng Gunung Slamet—bersama dalam suka dan duka dalam persahabatan yang semoga diridhai-Nya. Jika kalian pernah patah hati dan “rasa sakit”-nya sampai sekarang masih ada, segeralah sirnakan “sakit” itu karena sesungguhnya Dia lebih mencintai kita, lebih menyayangi kita, lebih mengasihi kita. Siapa lagi kalau Dia bukan Allah SWT?

Jika hati kita masih atau pernah terluka, jangan ijinkan orang lain melukai hati kita lagi karena sesungguhnya hati kita terluka karena kita mengijinkan orang lain melukainya. Sekarang, mari kita menjadi guru bagi diri kita sendiri untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada-Nya, bisa sedikit ma’rifat (mengenal) diri-Nya, dan bisa mempersembahkan amal terbaik untuk bekal berjumpa dengan-Nya di alam keabadian.

***

Hmm, siapa lagi wanita yang akan melukai hati saya???

“Saya Mas!”

“Hah, kamu… Are you sure?”

“Saya akan merobek-robek hatimu…!”

“Yang benar? Tapi syair berikut untukmu, lho…”

***

Dengan sayap khayalan

Ingin terbang ke sana

Membawa cinta sebesar dunia

Bukti cintaku hanya untuk dirimu

‘Tuk selamanya…

***

“Sudah Mas… Stop… Stop… jangan diteruskan!”

“Kenapa?”

“Perutku jadi mual. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dikeluarkan…”

“Ah, saya nggak peduli… Ini lanjutannya, simak baik-baik!”

***

Kesunyian ini terlalu indah

Tanpa dirimu ada di sini

Andai kau tahu dalam cintaku

Kepada dirimu…

***

“Aduuuh… saya nggak tahan, Mas… Oeekkkk…!”

“Waduh… kamu tadi makan apa? Koq jadi begini… Ini apa? Lho koq seperti rumput… Memang tadi tidak dikunyah ya?”

“*^%&*#@$?!)(+^!#**~”

“???”

***



Sebagai penutup artikel ini, bagi sahabat-sahabat yang mungkin di hati kecilnya ada niat menjadi seorang “guru”, berikut saya kutipkan kata bijak dari William A. Ward sebagai bahan renungan. Dan pertanyaan terakhir saya: Anda ingin menjadi guru yang mana?

Mediocre teacher tells

Good teacher explains

Superior teacher demonstrates

Great teacher inspires

Credit : Blogs Sebelah..

18.08

Kiat Efektif menjadi Pede dan Pandai Bicara

Miliki Konsep Diri yang Positif

Dari pertanyaan pertama, anda mengungkapkan bahwa anda ragu terhadap diri anda sendiri, anda ragu terhadap kemampuan yang anda miliki, anda takut terhadap sesuatu di luar diri anda yang belum tentu itu benar-benar terjadi. Itu menunjukkan anda memiliki konsep diri yang negatif (kurang baik).

Konsep diri—menurut Adi W. Gunawan dan Ariesandi Setyono dalam bukunya, Manage Your Mind for Success—adalah persepsi (pandangan) seseorang terhadap dirinya sendiri, yang terbentuk melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan, dan mendapat pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting.

Anda sementara ini memandang diri anda sendiri tidak memiliki kemampuan yang cukup dan akan kalah bersaing; itu adalah anggapan anda sendiri terhadap diri anda. Jadi, semacam kalah sebelum bertanding karena adanya ketidak-PD-an alias minder. Untuk itu, hal pertama yang harus anda lakukan adalah mematahkan anggapan keliru tentang diri anda sendiri dengan memiliki konsep diri yang positif. Sekarang, ubahlah keyakinan anda tentang diri sendiri menjadi sebaliknya. Karena sebenarnya yang menciptakan ketidakmampuan itu adalah diri anda sendiri. Pikiran kitalah yang menciptakan bahwa kita ini serba terbatas, kekurangan dan tidak mungkin bisa bersaing dengan yang lain di dunia kerja. Dengan mengubah persepsi tersebut menjadi yang sebaliknya; menjadi: kita pasti bisa, kita ini unik dan punya kelebihan, kita ini makhluk Tuhan yang spesial karena tidak ada manusia lain satu pun yang sama persis dengan diri kita—semua itu juga akan merubah dan meningkatkan kepercayaan diri kita. Jadi, tidak ada alasan untuk meragukan kemampuan diri menjelang terjun ke dunia kerja. Saya percaya tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, namun bukan berarti anda harus terbelenggu oleh persepsi yang keliru tersebut. Segeralah ubah konsep diri anda, milikilah konsep diri yang positif karena anda bukan manusia biasa! Anda adalah calon pekerja yang luar biasa!

Sekarang anda jangan melihat banyaknya pesaing yang ada atau melihat angka pengangguran di negeri ini yang masih tinggi, namun lihatlah peluang yang ada di depan mata yang mungkin menjadi rejeki anda. Jangan melihat pesaing yang pendidikan maupun pengalamannya jauh di atas anda, namun lihatlah kesempatan yang mungkin menjadi milik anda jika anda merasa percaya diri dan optimis dengan yang ingin anda capai.

Sekarang berteriaklah pada diri anda, “Saya pasti bisaaaaaaa!!!” agar semua keraguan yang meracuni pikiran anda segera sirna. Satu hal lagi, jika anda sendiri tidak mempercayai diri anda maka siapa (orang lain) yang akan mempercayai anda?

Miliki Alasan yang Kokoh

Untuk menguatkan mental anda dalam melangkah memasuki dunia kerja, anda juga harus memiliki alasan yang kuat dan kokoh kenapa anda harus bekerja. Mungkin alasan itu bisa ditemukan dengan mengenang perjuangan dan kerja keras orang tua dalam menyekolahkan anda. Tentu biaya dan pengorbanan mereka sangat besar hingga anda bisa berpendidikan dan memiliki ijazah seperti sekarang. Atau ada alasan lain, sehingga perasaan ragu anda bisa sirna dalam sekejap mata.

Mungkin alasan kenapa kita tidak boleh takut terjun ke dunia kerja adalah sebagai berikut:

1. Ingin menjadi anak yang berbakti dan membalas jasa-jasa orang tua

2. Ingin mengamalkan ilmu yang sudah didapatkan dari sekolah

3. Ingin bisa memberi ke orang lain dari hasil keringat sendiri

4. Pantang hidup menjadi beban orang tua terus

5. Ingin menjadi anak yang mandiri sejak dini

Anda bisa mencari alasan-alasan lain yang bisa membuat anda segera merubah mindset dan konsep diri anda dari yang tadinya tidak percaya diri menjadi seorang yang penuh percaya diri. Jika kepercayaan diri anda sudah kokoh, niscaya anda akan menjadi lebih berkepribadian.

Menyadari bahwa Bekerja adalah Ibadah

Ibadah bukan hanya aktivitas kerohanian yang seperti dalam Islam meliputi antara lain shalat, puasa, zakat, naik haji, dzikir, sedekah, dan lain-lain. Bekerja juga merupakan ibadah asalkan kita niatkan apa yang kita kerjakan tersebut untuk mengharap ridha Allah SWT. Jika kita sudah memahami hal tersebut maka perasaan ragu dan minder tersebut akan segera kabur dari diri kita. Dengan bekerja, selain kita mendapatkan penghasilan yang halal, ternyata juga bernilai ibadah jika kita memasang niat yang benar. Dengan begitu, semangat kita untuk bekerja (atau mendapatkan pekerjaan bagi yang baru lulus sekolah / masih menganggur) akan berlipat ganda. Akhirnya, tidak ada lagi kata ragu, tidak PeDe, takut, dan sebagainya dalam kamus hidup kita.

***

Untuk pertanyaan kedua, sebenarnya semua orang itu pandai bicara, bahkan juga orang yang bisu. Saya punya tetangga yang karena kehendak Allah dia bisu, tapi ternyata dia juga pandai bicara. Mungkin suara yang keluar dari mulutnya tidak mampu saya pahami, tapi dia menggunakan bahasa isyarat yang bisa membuat saya mengerti apa yang dia utarakan. Dia pandai di bidang seni, baik seni lukis, tata rias, desain dan lainnya. Dia sukanya main catur dan menjadi salah satu lawan tangguh bagiku.

Tuh kan, yang bisu saja pandai bicara dan berkomunikasi, masa kita yang diberi kesempurnaan bisa berbicara secara lisan justru takut untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya. Bisa sebagai pemacu, bayangkan seandainya anda terlahir bisu, apa hal yang paling anda inginkan dalam hidup ini? Tentu bisa berbicara bukan? Nah, jika anda merasa takut untuk berbicara, bayangkan saja hal tersebut.

Saya tahu mungkin maksud anda berbicara di sini adalah “berbicara di depan umum (orang banyak)”. Memang hal yang satu ini butuh keahlian, latihan dan keberanian. Sama seperti ketika menyatakan cinta kepada seseorang yang kita sayangi, mungkin susah dan takutnya minta ampun. Hanya untuk bilang “I love you”, kita harus mengucurkan keringat dingin plus takut lagi (takut ditolak, hehehe…). Atau ketika saya harus bilang “Watashi wa aishiteru…” kepada seorang gadis cantik maka saya juga harus berpikir dua atau empat kali, karena ada dua kemungkinan: dia akan tersenyum bahagia atau justru malah langsung mengambil sepatu dan dilempar ke arahku. Jadi, sama-sama menakutkan walaupun konteksnya berbeda.

Untuk itu, berikut akan saya coba memberikan tips yang mungkin bisa membantu anda keluar dari masalah tersebut.

Aktifkan Diri di Organisasi

Carilah sebuah organisasi atau sejenisnya (yang positif dan bermanfaat tentunya) yang bisa menjadi ajang bagi anda untuk melatih diri dalam bersosialisasi dengan manusia lain. Dan ketika di rapat-rapat atau forum-forum diskusi, usahakan anda angkat bicara meski hanya untuk sekedar bertanya, atau mengungkapkan pendapat anda—meskipun awalnya apa yang anda sampaikan kurang bermutu atau terlihat bodoh.

Kemukakanlah pendapat anda di mana banyak pasang mata memperhatikan anda. Jangat takut berbuat salah, karena dari kesalahan-kesalahanlah anda bisa belajar. Anggap saja anda adalah pusat perhatian dan penuh pesona. Dengan banyaknya jam terbang, itu semua akan menjadikan anda terbiasa, pintar berbicara—bahkan di hadapan orang banyak.

Dengan berorganisasi kita juga akan berjumpa dengan bermacam-macam orang dengan sifat, karakter, dan pemikirannya masing-masing. Anda akan dituntut bisa berkomunikasi dengan mereka sehingga sifat pendiam anda lama-lama juga akan sirna.

Dulu saya orangnya juga pendiam dan pemalu (semoga tidak malu-maluin, hehehe…), namun saya selalu mengaktifkan diri di beberapa organisasi sekaligus—bahkan sejak masih di bangku SMP (ketika menjadi ketua kelas). Karena kebanyakan peran dan tanggung jawab yang diamanahi ke saya cukup menonjol, akhirnya saya pun mau tidak mau harus bisa berbicara di depan banyak orang, berkomunikasi dengan mereka, dan memahami masing-masing individu.

Jika perlu, dudukilah pucuk pimpinan, karena hal itu akan melatih banyak hal seperti public speaking, kemampuan komunikasi dan negosiasi, manajemen SDM, team work, juga leadership. Selain itu, karena anda menjadi seorang decision maker, maka itu juga akan melatih kebijaksanaan atau kearifan diri anda. Jika sudah demikian, dijamin anda tidak akan takut sama orang lain (selama anda benar) dan menjadi seorang penurut saja. Bahkan anda juga bisa menjadi seorang “agent of change”.

Carilah Pekerjaan yang Menuntut Anda Banyak Bicara

Cara terbaik untuk menghilangkan rasa takut adalah melakukan hal yang anda takuti, demikian kata orang bijak. Jika anda takut bersaing, maka segera terjunlah ke medan perang! [Sesuai topik, medan perangnya adalah dunia kerja]. Bertempurlah habis-habisan meskipun anda harus kalah terlebih dahulu sebelum memperoleh kemenangan. Jika anda takut dengan orang lain, maka hadapilah! Jika ternyata ketakutan anda sampai membunuh anda, baru anda boleh takut. Takut berbicara di depan orang banyak, maka bicaralah selagi anda tidak ditakdirkan membisu dan dibungkus kain kafan. Atau seperti ketika anda takut air maka ceburkan diri anda ke sungai atau kolam, niscaya ketakutan itu hanyalah ilusi.

Untuk itu, jika anda ingin memiliki kemampuan berbicara dan berkomunikasi yang lebih baik, anda juga bisa melatihnya dengan memilih pekerjaan yang menuntut anda banyak bicara dan bertemu dengan banyak orang yang bermacam-macam karakternya. Anda bisa menjadi guru atau dosen (sekarang untuk menjadi dosen minimal harus berijazah S2), customer service, public relation, pramuniaga, atau sales (tenaga penjual).

Saya juga telah mencoba hampir semuanya, dan ternyata yang terberat bagi saya secara pribadi adalah menjadi sales (tenaga penjual)—karena jiwa saya adalah jiwa seorang “guru”. Selain profesi yang satu ini sering disepelekan banyak orang, untuk menjual suatu produk—tanpa kemampuan bicara / komunikasi dan negosiasi yang handal—ternyata sangat sulit, di samping beban target yang harus terpenuhi. Tapi ternyata profesi yang satu ini adalah profesi yang penuh tantangan dan menjadi ladang pembelajaran yang sangat baik untuk melatih bicara dan belajar dunia bisnis. Robert T. Kiyosaki, seorang penulis buku-buku bestseller internasional, rela keluar dari pekerjaannya yang aman dan bergaji tinggi untuk menjadi sales demi mempelajari sesuatu yang akhirnya mewujudkan impiannya—meraih financial freedom. Orang yang bisa bertahan menjadi sales jalanan dalam waktu lama dan berprestasi adalah orang yang tangguh. Jika dia memiliki goal yang cerdas, kemungkinan besar dia akan sukses.

Ketika saya sedang menjalani pembelajaran menjadi sales maka saya pun membeli buku berjudul “Sales Dog”. Di semua bidang ada ilmunya tersendiri. Tidak ada salahnya kita mempelajarinya untuk memperluas wawasan. Ternyata para sales tersebut juga berasal dari berbagai latar belakang pendidikan. Mesikipun kebanyakan berijazah SMA (atau sederajat), ada juga yang bergelar Sarjana Kimia, Sarjana Hukum Islam, dan lain-lain. Beberapa dari mereka yang memiliki background agama yang kuat sampai sekarang tetap menjadi sahabat saya. Kalau saja pemikiran Robert T. Kiyosaki tidak bisa saya terima, mungkin saya tidak akan berani mencoba profesi yang satu ini. Namun resikonya, wawasan dan pengetahuan saya akan tetap seperti seekor katak dalam tempurung.

Jika anda serius ingin pandai berbicara dan berkomunikasi, anda bisa mencoba hal di atas. Mungkin pada awalnya anda akan merasa sangat tidak nyaman, bekerja di bawah tekanan, dan hari-hari penuh tantangan, namun bila anda punya alasan yang kuat dan keinginan belajar yang tinggi maka semua itu akan bisa anda lewati. Selalu ingat dengan tujuan yang sedang ingin anda capai! Kita harus berani berkorban jika ingin mendapatkan sesuatu yang berharga. Kata temanku, “Nothing is free”.

Saya sebenarnya juga punya pengalaman lucu ketika saya dan teman-teman sedang beroperasi, namun tidak akan saya ceritakan di sini karena pesan yang sedang disampaikan adalah tentang bagaimana merubah sifat pendiam menjadi pandai bergaul atau berkomunikasi. Anda benar-benar bisa merubahnya jika, dan hanya jika, anda mau berubah. Sebenarnya mudah, namun tergantung keseriusan anda untuk menjadi “bisa”.

Menjadi Pembicara Publik

Yang ini adalah saran paling ekstrim yang bisa saya kemukakan, meskipun saya belum mencapai sepenuhnya. Sekedar berbagi pengalaman, saya yang dulunya juga pendiam ternyata bisa berubah, sehingga ketika saya memimpin sebuah organisasi, saya bisa menjadi orang yang bicaranya paling didengar walaupun banyak orang yang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dan sekarang ketika berdiskusi dengan teman-teman, jika kata-kata bijak saya keluar dan nada bicara saya serius, saya bisa membuat bengong yang lain hingga terkadang ada yang sampai menitikkan air mata. Jika anda bertanya pada teman sekolah saya, terutama ketika SMP, mereka pasti akan berkata bahwa saya dulu itu anak pendiam.

Kenapa bisa berubah?

Ya, karena saya belajar untuk berubah. Dan ternyata di masa pencarian diri, saya mengidolakan seorang pembicara publik yang kemampuan berbicaranya sangat memukau hingga sebuah majalah internasional pernah memuat profilnya dengan judul “Holly Man – Indonesia’s Hottest Muslim”. Ini juga pengaruh mengidolakan seseorang. Jadi, jika anda benar-benar ingin bisa pandai berbicara dan berkomunikasi, resep “memiliki idola” orang terdahsyat yang memiliki keahlian tersebut boleh juga digunakan. Ekstrimnya sich anda buat goal sekalian “Menjadi Public Speaker (Pembicara Publik)”.

Ada sahabat saya yang luar biasa. Beliau adalah Mba Eni Kusuma, penulis buku bestseller “Anda Luar Biasa!!!”. Beliau dulunya juga pemalu dan bahkan menderita gagap bicara, namun berkat kemauan kerasnya beliau sekarang sudah menjadi National Public Speaker, padahal backgroundnya adalah seorang TKW dari Hong Kong dengan masa kecil yang penuh keprihatinan. Hebatnya lagi, beliau sekarang adalah salah satu kolomnis di www.pembelajar.com. Bukankah luar biasa!

Sekarang bandingkan dengan diri anda, dengan background pendidikan dan keluarga anda. Apa yang kurang? Anda harusnya lebih luar biasa lagi, bukan?

Ada cerita berkesan tentang Mba Eni. Suatu hari saat sedang sibuk kerja, tiba-tiba saya ditelepon Mba Eni supaya nonton acara TV yang menampilkan sosok beliau yang beberapa saat lagi akan ditayangkan. Tahu acara “Indahnya Balada Hidup”? Saya pun kemudian bergegas mencari ruang yang ada televisinya. Sudah demikian, remote controlnya tidak tahu ditaruh di mana. Setelah ketemu dan menghidupkan TV, ternyata malang lagi… yang terlihat cuma gambar semut… alias stasiun TV yang dimaksud belum bisa direlai dari kota kami. Mba Eni tidak tahu, saya nggak berani bilang, hehehe…J

***

Demikian jawaban yang bisa saya kemukakan. Jika belum memuaskan, anda bisa bertanya lagi kepada pakar yang sebenarnya. Atau bagi pembaca yang ingin menambahkan, silahkan menuliskan pemikiran anda pada tempat komentar yang tersedia. Saya sadar jawaban pertanyaan di atas masih belum lengkap dan bisa dikembangkan lagi.

Tambahan lagi bagi yang baca (terutama yang cewek), semoga yang diingat bukan hanya “Watashi wa aishiteru…”, hehehe.:-)

***

Sebagai penutup artikel ini, mari kita renungkan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya, “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”

Semoga bermanfaat! [AR]

18.06

Ketika Cinta di Khianati

Mencintai adalah pekerjaan yang mulia, karena cinta cenderung melahirkan sifat kasih sayang kepada apa yang kita cinta. Sedangkan sifat “pengasih” dan “penyayang” itu sendiri adalah salah satu sifat Allah SWT, yakni “Ar Rahman” dan “Ar Rahiim”.

Mencintai akan membuat kita melakukan segala sesuatu yang membuat seseorang yang kita cintai merasa senang dan bahagia. Kita rela bersusah payah demi membahagiakan yang kita cinta. Kita rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan biaya demi mendapatkan dan memelihara cinta seseorang yang kita cintai tersebut. Pendek kata, demi cinta, katanya mati pun rela. Dari sini, Anda pasti tahu bahwa subyek perasaan cinta pada pembahasan kita ini adalah subyek yang hidup, bukan benda mati atau sebuah status belaka.

Ketika kita mendengar kata “cinta” maka seringnya asosiasi kata itu ialah cinta kepada lawan jenis. Cinta kepada pacar atau kekasih, suami atau istri, meskipun sebenarnya obyek cinta itu sangat luas. Untuk kali ini mungkin kita tekankan pada emosi cinta pada kekasih atau orang yang special di hati kita.

Membahas masalah cinta akan sangat panjang dan penuh perdebatan, karena arti “cinta” bagi setiap orang mungkin berbeda-beda. Namun kali ini yang akan kita kupas mungkin sering terjadi, atau mungkin kita sendiri juga pernah mengalaminya. Apa itu? Tidak lain adalah sebuah episode dari true love story perjalanan cinta kita mencari pasangan hidup. Kalau dibuat film (yang kemungkinan besar bisa box office), judulnya adalah “Menghadapi Pengkhianatan Cinta” atau “My Love, Kenapa Kau Tinggalkan Daku…?”.
Ketika kita sedang sepenuh hati mencintai seseorang, kemudian cinta kita berbalas cinta; tidak ditolak mentah-mentah. Dan si dia juga dari mulutnya sudah berkata bahwa perasaannya juga sama. Oh, indahnya dunia ini. Dua cinta berpadu, aneka bunga pun mekar di hati sepasang insan yang sedang kasmaran. Kasmaran: sejauh mana kau kejar cinta? Bila diteropong dengan kacamata empat dimensi maka akan terlihat di atas kepala mereka berdua beterbangan daun waru merah hati yang berkelap-kelip dan berputar-putar. Ada teman saya yang cintanya baru diterima maka hitam-hitam (pupil) di matanya tiba-tiba berubah menjadi warna pink dan bentuknya menyerupai hati (yang ini hanya fiktif belaka…).

Ceritanya sekarang adalah ternyata seseorang (kekasih) yang sangat kita cintai tersebut tiba-tiba berkhianat (menduakan cinta kita, selingkuh, tidak setia). Tentu yang terjadi adalah broken heart; hati kita pun hancur berkeping-keping!

“Dia memang brengsek, bro! Padahal aku ini orang paling setia di dunia…”, demikian sumpah serapah seorang kawan yang lagi patah hati.

Menurut seorang teman saya yang tinggal di pulau Sumatera, dia berpendapat bahwa seorang “pengkhianat cinta”, berarti dia tidak tahu makna sebenarnya tentang cinta itu sendiri. Dia tidak ingin berkomitmen dan tidak ingin terikat dengan cinta yang dia pegang, karena ingin mendapatkan keuntungan dari cinta yang dia tebar (ke orang lain, ed). Dia tidak teguh pendirian dan tidak bisa melihat orang yang lebih cakep atau lebih kaya dari pasangannya.

Sementara itu, teman lain dari Surabaya memiliki pendapat yang agak berbeda sebagai berikut. “Pengkhianat cinta? Pengkhianat itu orang yang menyalahgunakan kepercayaan. Menurutku pengkhianat cinta itu juga bisa ketika kita mencintai makhluk lebih daripada Penciptanya. Misal, setiap manusia diberi hati dengan rasa cinta karena Allah Yang Maha Penyayang, akan tetapi rasa itu diumbar secara berlebihan dan salah sasaran. Mencintai pacar kebangeten (berlebihan, ed) sampai menomor sekiankan Allah, orang tua, juga diri sendiri dan rasa malu. Cinta itu suci, tulus dan ikhlas. Jangan sampai ternoda dech! Kalau terlanjur, cepat perbaiki. Pengkhianat cinta mungkin nggak bisa disalahkan sepenuhnya, mungkin karena dia belum tahu seperti apa cinta itu. Sama halnya dengan cinta orang tua, mereka bekerja untuk kehidupan kita. Bahkan mereka tidak tahu apakah kita akan berbakti atau tidak, tapi mereka tetap mencintai kita dan berdoa yang baik-baik, padahal mungkin kita bolos sekolah, nakal, curang tentang uang SPP, bohong, apalagi sampai melakukan tindak kriminal… berarti kita juga sudah jadi pengkhianat cinta! Baik cinta kepada orang tua, juga cinta kepada Allah. Iya kan?”

Demikianlah beberapa pendapat yang bisa menjadi bahan pembanding. Khusus untuk topik kali ini, saya tidak melibatkan gank saya karena mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita sebutkan dulu beberapa penyebab seseorang berkhianat, menyeleweng atau selingkuh. Anda boleh menambahkan sendiri:

1.Kita kurang menjaga perasaannya

2.Si dia mencari atau menemukan yang lebih baik atau lebih sempurna dari kita

3.Si dia ingin sesuatu yang lebih dari apa yang sudah kita berikan

4.Si dia sedang mencari sensasi baru

5.Si dia bukan tipe pasangan setia

6.Si dia memang sengaja melukai hati kita

7.Si dia memang seorang buaya darat (untuk lelaki) atau buaya laut (untuk wanita)

8.Dasar sifatnya playboy atau playgirl

Demikian mungkin beberapa alasan kenapa “si dia” yang sangat kita cintai membalas cinta kita yang tulus, suci, plus murni dengan sebuah pengkhianatan yang kejam dan tidak berperi kekasihsayangan.

“Mas, padahal aku sangat mencintainya. Aku mencintainya dengan sepenuh jiwaku. Ketika kami melakukan janji setia, langit dan bumi jadi saksinya. Bahkan dia memintaku untuk bersumpah setia atas nama Tuhan. Aku berpikir bahwa dialah jodoh sejatiku…, tapi kenapa dia tega menduakan cintaku dan menghancurkan perasaanku…?!”

“Hmm, tanya sendiri sama orangnya donk… Aa nggak tau! Nich, ada kolor sepatu warna hitam… bisa untuk gantung diri. Tapi putus tidak ditanggung, hehehehe…”

Sahabat, begitulah kalau hati kita tertambat kepada selain Dia Yang Maha Esa. Kalau patah hati pasti menderita. Bagi anda yang sudah biasa dikhianati mungkin tidak merasakan sakit lagi atau malah tidak percaya lagi dengan yang namanya “cinta”.

Saya pikir pengalaman “dikhianati” seseorang yang kita cintai adalah merupakan salah satu berkah, rahmat atau hidayah dari-Nya agar kita mau menginsafi kesalahan dan melakukan instrospeksi diri. Ternyata Dia Maha Membolak-balikkan Hati, sehingga dalam hitungan detik bisa mengubah perasaan yang tadinya suka/cinta dengan kita menjadi sebaliknya.

Jadi, jangan terlalu sedih atau terluka dengan pengalaman yang satu ini. Juga jangan membenci si dia yang telah mengkhianati cinta kita yang seputih salju Himalaya. Sakit hati karena dikhianati benar-benar akan menjadi ladang pembelajaran bagi kita dalam melatih emosi dan bersikap lebih dewasa. Pengalaman sakit hati akan membuat kita lebih bijak dalam menjalani kehidupan jika kita mau belajar darinya.

Bicara masalah sakit hati karena dikhianati, bukannya saya tidak pernah mengalaminya. Justru pengalaman itu adalah pengalaman terpahit yang pernah saya alami. Namun, dari pengalaman itulah saya banyak mendapatkan pemahaman dan ilmu baru. Saya tidak tahu bagi anda yang mengalami pengalaman yang sama, apakah bisa mengambil manfaatnya atau tidak. Tapi yang jelas hikmahnya selalu ada.

Dari masa sakit hati itu, adanya sahabat-sahabat sejatilah yang bisa menegarkan dan memberi arti indahnya persahabatan. Bila dikenang, hanya sahabat-sahabat sejati sayalah yang ternyata hadir dengan penuh perhatian dan memberi support mental yang luar biasa. Kalau dipikir, ide-ide gila mereka dalam menghadapi “si pengkhianat cinta”-ku saat itu akan membuat saya tertawa sendiri. Dari itu, terkadang sahabat adalah segalanya karena di satu sisi cinta kasih mereka lebih tulus dari kekasih kita yang sebenarnya. Dan sahabat ternyata selalu ada di saat kita benar-benar membutuhkannya.

Jadi ingat hari Minggu kemarin, saya harus meng-cancel beberapa acaraku karena ternyata seorang temanku telah mendaftarkan namaku di acara Seminar Motivasi yang diadakan di kampusnya. Minggu pagi, berempat kami pergi bersama menghadiri seminar tersebut dengan harapan ada ilmu baru yang bisa kami dapatkan. Pulangnya, saya pun mampir ke Warung Bakso favorit kesukaan kawanku. Sahabat sejati… selalu ingat kita di saat kita mungkin tidak ingat dia. Jauh beda dengan si dia yang telah mengkhianati kita.

Selanjutnya, berikut beberapa hal yang mungkin bisa anda lakukan bila ternyata sudah menjadi takdir cinta anda yang katanya tulus dan suci hanya mendapat balasan berupa sebuah pengkhianatan yang “menyakitkan”. Saya sengaja memberi tanda petik pada kata menyakitkan, karena sesungguhnya itu hanya sebagai akibat penilaian (pemberian makna) pikiran kita secara subyektif. Jika kita belajar NLP (Neuro Linguistic Programming) maka akan dijelaskan bahwa sesungguhnya semua kejadian itu bersifat “netral”, hanya pikiran kita saja yang menilai atau memberi “makna”.

Ok, mari kita bahas satu per satu…!


Introspeksi diri dan menjadi pribadi yang lebih baik

Mengatahui ternyata si dia yang sangat kita cinta koq bisa-bisanya meninggalkan kita dan berdua dengan orang lain harusnya disikapi dengan pemikiran bahwa ternyata diri kita bukanlah makhluk yang sempurna. Jika kita manusia yang sempurna, mana mungkin kekasih kita akan pergi meninggalkan kita dan menjalin cinta dengan orang lain. Kita seharusnya melakukan instrospeksi diri. Ternyata diri kita masih banyak kekurangannya sehingga tidak bisa mempertahankan cinta si dia kepada diri kita. Dari sini kita sama sekali tidak boleh bersikap sombong, meskipun secara fisik kita ini cantik dan pernah menjadi covergirl atau tampan dan rupawan. Yang layak untuk sombong hanya Allah SWT.

Setelah kita menganalisis kekurangan diri kita maka langkah selanjutnya adalah memperbaiki diri agar kekurangan-kekurangan tersebut bisa kita minimalisir dengan kelebihan yang ada pada diri kita. Jadikan “sakit karena dikhianati” sebagai cambuk agar diri kita bisa menjadi lebih baik, secara lahir maupun batin.

Dalam proses perbaikan diri ini tidak usah anda mengharapkan si dia akan kembali pada anda, karena setelah dia berkhianat/berselingkuh maka anda tahu bahwa ternyata cintanya tidaklah murni.

“Tapi aku sangat mencintainya, Mas! Aku sangat menyayanginya!”

Tidak perlu diuraikan lebih jauh lagi ya, karena kalau sudah begini maka yang bicara adalah emosi. Dan kalau menuruti emosi maka tidak akan ada titik temunya.

“Kalau si dia mau tobat, bagaimana Mas?”

“Kalau dia mau tobat maka dia tidak akan mencari cintamu lagi. Dia hanya akan menemuimu untuk minta maaf, kemudian tiap malam dia akan bersujud memohon ampunan-Nya dan taqarrub ilallah…”

“Hmm…, masuk akal juga. Matur nuwun, Mas!”

Memaafkan dan mengikhlaskan

Langkah selanjutnya ialah memaafkan dan mengikhlaskan, tidak hanya orangnya, tapi juga perbuatan si dia yang membuat luka di hati kita. Ini dimaksudkan agar kita bisa merelease emosi negatif berupa amarah, sakit hati maupun dendam dari hati kita, karena semua emosi tersebut adalah emosi yang akan sangat menghambat kemajuan diri kita. Orang yang menyimpan dendam cenderung akan sulit meraih kesuksesan karena semua emosi negatif tersebut akan menyedot energi psikis kita. Jadi, bukannya kita tambah bahagia, namun makin menderita.

Maafkanlah orang yang telah mengkhianati kita, karena memaafkan adalah akhlak yang dicontohkan Rasulullah Saw. Kalau tidak ada orang yang menyakiti hati kita maka kapan kita praktek langsung meneladani akhlak Nabi, yakni memaafkan.

Ikhlaskanlah, karena sesungguhnya semua yang ada di dunia ini—termasuk orang yang menyakiti hati kita—juga adalah milikNya. Ikhlaskan kepergiannya dari hati kita agar tidak ada emosi negatif yang bersarang di hati dan menjadi sumber penyakit, baik lahir maupun batin.

Pernah beberapa tahun yang lalu ketika sedang merasakan sakit hati karena dikhianati, seorang kawan yang sedang pulang dari kuliahnya di Jakarta berkunjung dan berkata, “Bersyukurlah coy, itu tandanya Allah masih sayang sama kamu dan mau menunjukkan bahwa dia bukanlah yang terbaik untukmu. Untung selingkuhnya sekarang, coba kalau nanti ketika dia sudah jadi istrimu…”


Yakinlah bahwa hukum karma itu ada

Jika kita mau membuka kitab suci, di situ Allah SWT berfirman dalam Surat Al Israa’ ayat 7 yang artinya, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri…”. Dari sini kita tahu bahwa jika orang lain menyakiti kita sesungguhnya dia sedang menyakiti dirinya sendiri. Demikian juga jika menyakiti orang lain, sesungguhnya kita juga sedang menyakiti diri sendiri. Pendek kata, semua itu akan ada balasannya, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.

Hukum karma atau hukum tebar-tuai menyatakan bahwa apa yang kita tebar maka itulah yang akan kita peroleh. Jika yang kita tebar adalah kejahatan, maka bisa dipastikan kejahatan juga yang akan menimpa kita. Begitu juga jika yang kita tebar adalah benih-benih kebaikan, maka kebaikan pula yang akan menghampiri kita, bahkan jumlahnya bisa berlipat ganda.

Sekedar berbagi pengalaman, ternyata bisa dibuktikan… wanita yang pernah mengkhianati saya (telah saya maafkan) juga ditinggal kekasihnya begitu dia (pacar barunya) tahu bahwa saat itu si gadis masih ada hubungan dengan saya yang seorang coverboy ini [mendengar kata “coverboy” yang dinisbatkan ke saya, seperti biasa, membuat beberapa teman saya yang sedang duduk manis tiba-tiba langsung nungging dan menjulur-julurkan lidahnya seperti ada yang mau dimuntahkan… tidak tahu kenapa, aneh?].

Karma… selalu ada balasan bagi setiap perbuatan atau tindakan yang berhubungan dengan diri dan perasaan orang lain. Oleh karena itu, hati-hatilah…!

Sekedar untuk bahan renungan, dari kisah “pengkhianatan cinta” yang pernah saya alami (semoga pertama dan terakhir), ternyata wanita yang menjadi tokoh utama kisah tersebut sampai sekarang masih “sendiri”. Dan pernah suatu saat ketika bertemu, dia seolah mencoba menarik simpatiku atau seperti ingin menggali lagi cintaku yang dulu sedalam laut biru. [Salah sendiri kenapa dikau mengkhianati seorang coverboy… Maksudnya coverboy majalah “Manusia Purba”, hehehe…].

Beberapa teman kalau sedang bercanda berceloteh asal bunyi, “Kenapa tidak CLBK saja, Mas…?” [CLBK menurut temanku adalah singkatan dari Cinta Lama Bersemi Kembali].

“Hmm… bagiku selalu tidak ada kesempatan kedua…!”

“Ya, kami tahu… kesalahan yang pernah dia perbuat tidak mungkin membuat dia berani ngejar-ngejar kamu lagi. Sabar bro, masih banyak wanita lain yang lebih baik dari dia…”

“Thanks sobat! Tapi, masalahnya adalah: mereka tidak ada yang mau…”

“Ah, nggak percaya…! Kami tahu itu, si A, si B, si C, dan si X ada rasa sama kamu… Kenapa nggak pilih salah satu? Bukalah sedikit pintu hatimu…”

“Hmm…” [tidak bisa jawab, ada tanda tanya plus tanda pentung].

“Ngomong donk… koq diem aja…?”

“Mungkin benar ungkapan yang menyatakan hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Namun, menurutku ‘cinta’ yang dimaksud adalah cinta dari Sang Pemilik Cinta… Adakah manusia yang mencintai sesamanya demi mengharap keridhaan-Nya…?”

“Ok, kami setuju!!!”

So, jangan pernah takut untuk disakiti, namun takutlah untuk menyakiti.


Menjadi Kesayangan Allah

Merasakan pedihnya cinta kita dikhianati mungkin akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan tak ingin terulang lagi. Namun, boleh jadi dengan cara itu Allah SWT sedang mengingatkan kita (bagi yang mau sadar) agar tidak menambatkan seluruh cinta kita kepada sesama makhluk-Nya. Kita mencintai dengan sepenuh hati dan pengharapan, tapi justru si dia membalasnya dengan sebuah pengkhianatan yang memilukan. Kaciaaaan dech lo…!

Jika saja si dia tidak mengkhianati anda, belum tentu anda jadi ingat dengan Sang Pencipta. Bisa saja anda justru bergelimang dosa karena mencoba sesuatu yang belum pada tempatnya, atau memadu nafsu sehingga kemesraan yang anda bina sampai melanggar batas yang dilarang agama. So, jika realitas yang terjadi ternyata si dia berkhianat, mungkin itu sebuah sinyal agar anda segera tobat! Temanku pernah berkata, “Pacaran adalah dosa termanis…” Ya, memang semua jenis maksiat biasanya terasa nikmat bila dikerjakan. Beda jauh dengan ibadah atau amalan-amalan utama yang bisa mendekatkan kita dengan Sang Pencipta; semua terasa berat dan penuh godaan bagi yang belum membiasakannya.

Untuk itu, jika anda sudah terlanjur dikhianati, jangan biarkan hati anda bersedih dan meratapi nasib. Namun, jadikan momentum itu sebagai sarana bagi anda untuk menginsafi diri dan mendekatkan jiwa raga anda pada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Jadikan setiap keadaan yang tidak nyaman atau menyakitkan sebagai ladang pembelajaran bagi anda untuk memahami kehidupan ini.

Ingat selalu kata bijak berikut ini:

Hal paling buruk yang terjadi terhadap anda mungkin merupakan hal paling baik yang pernah terjadi terhadap diri anda kalau anda tidak membiarkannya mengalahkan diri anda. ~ Napoleon Hill

Dan yang lebih penting lagi, renungkan baik-baik firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 216 yang artinya, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Setelah ini, alangkah baiknya kita terus memperbaiki diri detik demi detik dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT (jika muslim) karena Dia-lah sesungguhnya yang harus menjadi tumpuan cinta dan pengharapan kita. Kita tegakkan shalat dengan penuh kekhusyu’an (meskipun sulit, kita harus belajar mencobanya). Kita perbanyak bacaan dzikir di pagi, siang, sore dan malam, baik dengan lisan maupun dengan hati. Dzikir dengan lisan harapannya akan menuntun hati untuk ikut berdzikir. Kita perbanyak tadarus Al Qur’an, tidak hanya di bulan Ramadhan. Kita perbanyak shalat sunnah dan amalan-amalan utama yang pernah dicontohkan Rasulullah Saw. Kita perbanyak sedekah, tidak hanya dengan “senyum”, tapi juga dengan harta yang kita miliki. Kita sambung tali silaturahmi dengan saudara yang memutuskan silaturahmi dengan kita. Dan masih banyak hal utama lainnya yang bisa kita lakukan. Pendek kata, kita jadikan momentum “patah hati karena dikhianati” sebagai ajang pendekatan diri kepada Sang Khalik. Dengan sekuat tenaga kita berusaha terus meningkatkan kualitas maupun kuantitas amal ibadah kita dan kita lakukan secara terus menerus (istiqomah, konsisten) sehingga pada akhirnya kita pun bisa menjadi “Kesayangan Allah”. Jika kita sudah menjadi yang “disayang Allah” maka mungkin kita akan lebih suka terus disakiti sesama manusia namun disayang Dia Yang Maha Kuasa.

***

Demikian sedikit jawaban yang dapat saya sampaikan. Jika ada manfaatnya, itu semua datangnya dari Allah SWT. Dan mohon maaf jika penjelasan di atas masih banyak kekurangannya. Membahas masalah remaja atau dunia anak muda kalau tidak dikembalikan kepada agama maka semua itu tidak akan ada titik temunya dan pencerahan pun akan sangat sulit kita dapatkan.

Dan bagi sahabat yang sudah terlanjur sedang menjalin hubungan istimewa dengan seseorang yang anda kasihi, maka kewajiban anda adalah menjaga si dia dari hal-hal yang bisa menodai kesucian arti cinta. Jangan jadikan kata “cinta” sebagai dalih pelampiasan nafsu syahwat anda, dan jikalau hubungan anda sudah berjalan secara sehat maka jangan sekali-kali mengkhianati kekasih anda. Cukup saya yang pernah dikhianati…!

“Saya juga pernah, Mas…!”

“Kamu nggak kehitung!”

“Nggak adil itu namanya…!”

“Biarin! Emang gue pikirin…!”

***

Waktu yang terus berlalu tak ‘kan membuat cinta sejati menjadi layu

***


Salam cinta dari hati! [AR]


Ditulis dalam Dari Hati ke Hati, Love Story, Motivasi

18.05

Saling Berbagi, Berbagi Semangat

Pekan yang lalu saya mendapat dua undangan untuk sharing seputar motivasi diri dari sahabat saya, kebetulan dua hari berturut-turut di dua tempat yang berbeda. Yang pertama sharing bersama sahabat di Komunitas Semangat Donk Indonesia, dan satu lagi spesial malam Minggu sharing di sebuah organisasi remaja yang luar biasa. Jika yang pertama sharing untuk beberapa rekan mahasiswa, maka yang kedua tidak kalah menarik karena harus bicara di depan audience yang kebanyakan siswa SMP dan SMA. Untuk itu, tepat jika saya ingin menanamkan kepada rekan-rekan muda pentingnya dream building dan semangat untuk mengambil action mulai dari sekarang demi kemajuan diri dan pencapaian di masa depan.
Meskipun saya yang berbicara di depan mereka, bukan berarti saya memiliki kelebihan, keistimewaan, atau saya lebih pandai dari mereka. Walaupun demikian, tidak boleh merasa rendah diri karena setiap individu pasti memiliki sesuatu yang special dan tidak dimiliki orang lain—yang mungkin bisa diambil hikmahnya oleh orang lain agar lebih termotivasi untuk terus maju dan berprestasi. Jika kita bisa memotivasi orang lain maka secara otomatis kita juga akan termotivasi, atau sebaliknya karena semangat itu menular. Bahagia rasanya jika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain, terutama jika pemberian itu bermanfaat. Oleh karena itu, milikilah semangat untuk saling berbagi.

Jika ada niat ingin bisa terus berbagi dengan sesama, maka ada banyak cara bagi kita untuk memberi; tangan di atas… lebih baik daripada tangan di bawah. Tapi jika kita tidak punya apa-apa untuk diberikan, bagaimana? Bingung ingin berbagi apa?

Merasa bingung tidak bisa memberikan sesuatu untuk orang lain, terutama para junior atau generasi di bawah kita karena kita belum memiki materi yang berlimpah atau yang lain yang mungkin berguna…?

Tidak akan bingung jika kita memiliki semangat untuk saling berbagi. Yah, kita tidak perlu bingung karena kita juga bisa berbagi semangat dan pengalaman kepada orang lain yang sedang melakukan pembelajaran kehidupan dan pencarian jati diri. Apalagi setelah apa yang kita cita-citakan tercapai atau kesuksesan yang selama ini kita kejar dengan susah payah menjadi milik kita. Entah itu berupa harta yang melimpah, ilmu yang kita miliki, suatu keahlian teknis, dan sebagainya. Jika jiwa kita memiliki kemuliaan maka tentu akan berbagi dengan sesama. Bersyukur jika kita selalu bertemu dengan mereka, meskipun jauh secara fisik, namun akan terasa dekat di hati.

Begitu juga jika kita ada di puncak karier, jika kita memiliki nurani yang mulia, tentu yang akan dilakukan adalah bagaimana agar anak buah atau bawahan termotivasi untuk maju dan bisa sukses sesuai bidangnya. Bukan malah menghambat kemajuan mereka. Atau supaya tim lebih kompak dan semangat, tentu sukses yang diharapkan adalah sukses bersama. Keberhasilan yang diraih akan dirasakan bersama dan merasa bahagia bersama. Tidak yang di atas menindas dan melecehkan yang di bawah, tapi bersinergi dalam sebuah kerjasama yang harmonis.

Alangkah indahnya jika kita dikelilingi oleh orang-orang yang ingin berlomba memberikan kebaikan kepada orang di sekitarnya. Lebih bahagia lagi jika diri kita sendiri yang memiliki semangat tersebut dan menginspirasi yang lain untuk saling memberi support dan semangat untuk meraih sukses bersama. Kita adalah manusia, makhluk sosial. Apa hebatnya jika kita sukses dan berada di puncak, namun orang-orang di sekeliling kita memendam benci karena sering didhalimi. Tentu itu belum sukses secara holistik. Mungkin lebih baik terlihat biasa-biasa, namun bisa lebih banyak menebar kebaikan dan manfaat kepada sesama sehingga memiliki banyak sahabat di mana saja.

Saya jadi teringat pesan dari salah satu motivator saya, “Three things are most valuable: love, self confidence, and friends.”

Cinta, percaya diri, dan sahabat memang sangat berharga bagi kehidupan kita. Tanpa semua itu hidup akan terasa hampa. Jika semangat yang kita miliki adalah semangat saling berbagi atau semangat untuk memberi, tentu semua itu akan datang sendiri kepada kita. Minimal kita berbagi semangat agar terus maju, menembus segala keterbatasan dan mewujudkan cita-cita hidup kita; semua itu akan menjadi kekayaan dan kepuasan tersendiri di batin kita.

Kekayaan sejati bukanlah banyaknya harta yang kita miliki, namun seberapa banyak yang kita berikan… Di sekitar masih sangat banyak orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Jika tidak dengan materi, tentu support, motivasi dan perhatian kita kepada mereka akan menjadi bara tersendiri yang bisa membakar potensi mereka untuk keluar dari segala problema kehidupan dan penderitaan.

Sebagai penutup, saya kutipkan pesan dari mentor saya beberapa waktu silam, “Terkadang kita tidak ingat orang lain ketika kita berbahagia. Seteguk kebahagiaan berupa uluran tangan kita sangat membantu pihak lain yang membutuhkan. Uluran tangan tidak berarti harus materi. Penyebaran virus semangat dan motivasi juga sangat dinantikan. Semangat membangun Indonesia yang lebih baik… Marilah kita mulai dari diri kita!”.

Mari berbagi…
Ditulis dalam Dari Hati ke Hati, Motivasi

20.10

Renungan!

“… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [QS Ath Thalaq : 2-3]


“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,” [QS Al Mu’minuun : 1-5]


“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” [QS Al ‘Ashr : 1-3]


“Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[3]. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” [QS Al Insyiroh : 1-8]


“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” [QS An Naml : 62]


“Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” [QS Ar Ruum : 36]


“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [QS Ar Ruum : 41]


“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” [QS Al Haaqqoh : 18]


Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?”. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. [QS Az Zumar : 38]


“Sesungguhnya Alloh tidak memandang kepada bentuk tubuh dan harta benda kalian, tetapi memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian.” [ HR Muslim dan Ibnu Majah]


“Alloh memberikan rezeki kepada hamba-Nya sesuai dengan kegiatan dan kemauan keras serta ambisinya.” [HR Ath Thusi]


“Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya kamu akan terhibur dari kelelahan dunia. Dan hendaklah kamu bersyukur; sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Alloh untukmu. Dan perbanyaklah doa; sesungguhnya kamu tidak tahu kapan doamu akan terkabul.” [HR Ath Thobroni]


“Apa yang dibangun oleh akal yang luas dapat diruntuhkan oleh dada yang sempit.” [Pepatah]


Jika Anda ingin punya kawan yang baik, Anda harus :

1. menjadi kawan yang baik,

2. tidak mudah terpengaruh oleh kawan, dan memperhatikan orang lain dan bukan mencoba agar orang lain memperhatikan Anda.

[Psikolog]